Jakarta (ANTARA News) - Program diversifikasi atau penganekaragaman pangan yang dicanangkan untuk mengurangi ketergantungan terhadap beras saat ini mengalami kemandegan, akibat tak adanya "political will" dari pemerintah untuk melaksanakannya. "Harus ada `political will` dari pemerintah untuk mengurangi konsumsi beras," kata mantan Menteri Koperasi dan UKM, Subiakto Tjakrawerdaja, di Jakarta, Jumat. Menurut dia, "political will" dari pemerintah dapat dilakukan dengan mengkonsumsi sumber karbohidrat lain, seperti umbian-umbian sebagai pengganti beras misalnya dua ata tiga kali seminggu. Gerakan mengurangi konsumsi beras dan menggantikannya dengan sumber karbohidrat lain, tambahnya, harus dimulai dari para pejabat negara atau golongan menengah ke atas. Dia menyatakan sebenarnya banyak sekali sumber karbohidrat selain beras yang sangat potensial dikembangkan di Indonesia untuk mendukung diversifikasi pangan. "Saat ini pasokan beras di pasar terbatas, sehingga harganya tinggi. Sedangkan kebijakan impor hanya akan menguntungkan petani negara lain," katanya. Oleh karena itu, dengan penggalakan program diversifikasi pangan, maka tingkat konsumsi beras bisa ditekan yang akhirnya juga menurunkan angka impor beras nasional. Menurut Subiakto, untuk itu pemerintah perlu melakukan pemetaan produk pangan non-beras yang berpotensi untuk dikembangkan, selanjutnya rakyat didorong untuk menanamnya. Sementara itu, Direktur SDM dan Umum, Perum Bulog, Agus Saefullah, menyatakan beras memiliki kelebihan dibanding komoditas pangan lain sebagai sumber karbohidrat. Beras, tambahnya, memiliki sifat mudah diolah, gampang dibawa serta bisa disimpan lama dan merupakan sumber karbohidrat yang paling murah. Komoditas pangan lain, misalnya ubi atau singkong, tidak memiliki sifat-sifat tersebut, sehingga masyarakat lebih memilih beras sebagai sumber karbohidrat. "Beras paling komplit kandungan gizinya, sementara untuk ubi perlu penambahan banyak. Akibatnya tidak ekonomis," katanya. (*)
Copyright © ANTARA 2007