Bukittinggi (ANTARA News) - Sebanyak 1.200 KK atau sekitar 4.000 jiwa warga Nagari Sianok VI Suku, yang bermukim di kawasan Ngarai Sianok, Sumbar, hingga kini masih terisolasi karena ruas jalan yang menghubungkan daerah itu dengan Bukittinggi dan Agam rusak serta tertimbun tanah longsor pasca gempa tektonik 5,8 Skala Richter, Selasa (6/3). Koordinator warga Sianok, Effendi kepada ANTARA News di Sianok, Jumat, menyebutkan warga yang terisolir itu bermukim di daerah Suku Lambah, Jambak, Sungai Jariang, Kampung Pisang, Pantar dan Sianok. Menurut dia, keterisoliran daerah ini karena arus jalan dari arah Bukittinggi rusak dan tertimbun tanah longsor, tepatnya pada ruas jalan menuju Ngarai Sianok dan di perbatasan Nagari Sianok VI Suku dengan Kota Bukittinggi. Kondisi badan jalan tersebut retak-retak dan sebagian sudah runtuh ke jurang. Dari sisi atas juga rawan longsor susulan dari tebing-tebing. Di beberapa titik tebing itu sudah terjadi longsor beberapa hari sebelumnya. Dengan kondisi demikian, ruas jalan ini ditutup untuk kendaraan mobil dan hanya sepeda motor serta pejalan kaki yang bisa melintas. Sementara itu, ruas jalan menuju Nagari Sianok dari arah Kabupaten Agam juga longsor dan tertimbun tanah di daerah Bukit Bungsu. Akibat tidak bisa masuknya mobil membuat pasokan bahan makan ke daerah ini hanya menggunakan sepeda motor, itu pun harus masuk ke dalam arus sungai dengan ketinggian air sekitar setengah meter karena jembatan rusak. Kondisi ini semakin rumit karena alat-alat berat yang diharapkan bisa menyingkirkan tanah yang menutupi badan jalan tidak bisa masuk. "Kondisinya serba sulit, kini terpaksa warga yang berinisiatif berupaya membersihkan badan jalan dari tanah longsor secara manual," tambah Effendi. Ditambahkannya bahwa bantuan berupa mie instan dan air minum kemasan sudah ada yang diterima masyarakat dari Pemko Bukittinggi, partai politik dan LSM meski dalam jumlah terbatas. Warga berharap bantuan makanan, minuman, selimut dan tenda segera datang karena mereka masih mengungsi dengan tetap diliputi kekhawatiran gempa susulan dan tanah longsor yang lebih besar, demikian Effendi.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007