Saya menyatakan ini ada manipulasi aturan dengan penafsiran masing-masing oleh para pejabat negara,"
Jakarta (ANTARA News) - Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto dalam sebuah diskusi publik di Jakarta, Sabtu, menyebut adanya manipulasi aturan dalam penerbitan izin reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta, yang belakangan menjadi polemik.
"Saya menyatakan ini ada manipulasi aturan dengan penafsiran masing-masing oleh para pejabat negara," ujarnya.
Padahal, kata dia, pemberian izin reklamasi telah diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang menyatakan kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur (Jabodetabek Punjur) sebagai kawasan strategis nasional dan kewenangannya berada di tingkat pemerintah pusat.
"Jadi tidak usah bingung ini kewenangan siapa. Sudah jelas ada perbedaan kewenangan antara kawasan strategis nasional dan yang tidak," ungkapnya.
Prijanto juga menduga pelaksanaan reklamasi sangat berkaitan dengan kepentingan eksekutif, legislatif, dan pengembang, mengingat betapa besarnya keinginan Pemerintah Provinsi DKI meloloskan dua perda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015-2035 serta perda Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
Seperti diketahui, proyek reklamasi di beberapa pulau sudah berjalan padahal payung hukum yang mengatur tentang reklamasi masih dibahas oleh Pemprov DKI dan DPRD.
"Ada suatu payung hukum yang belum dipenuhi tapi izin (reklamasi) sudah dikeluarkan, seharusnya kan ada perda zonasi dulu sebelum pelaksanaan proyek. Polemik antara eksekutif dan legislatif ini membuat gubernur memaksakan perda (reklamasi) dimasukkan dalam raperda tata ruang," kata Prijanto.
Wakil gubernur pada masa jabatan Fauzi Bowo itu juga menyatakan pentingnya analisis dampak lingkungan (amdal) antara lain bagaimana reklamasi dapat menjawab masalah banjir, sedimentasi, dan dampak sosial.
Jika dalam amdal terbukti dampak-dampak negatif tidak bisa diatasi melalui reklamasi, maka proyek tidak bisa berlangsung dalam sistem pembangunan.
"Waktu saya sama pak Foke, ada (pengembang) yang sudah mengantongi izin prinsip tapi izin pelaksanaan (reklamasi) baru kita keluarkan setelah lima tahun karena kita perlu cek betul amdalnya," kata Prijanto.
Polemik tentang izin reklamasi mencuat setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi dan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Ariesman Widjaja sebagai tersangka kasus suap dalam pembahasan Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015-2035 serta Raperda Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
KPK juga sudah mengirimkan surat cegah tangkal terhadap lima orang yaitu sekretaris direktur PT Agung Podomoro Land (APL) Berlian, karyawan PT APL Gerry Prasetya, Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta Sunny Tanuwidjaya, Direktur Agung Sedayu Group Richard Halim Kusuma dan petinggi Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan Sugianto.
Pewarta: Yashinta DP
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016