Jakarta (ANTARA News) - Ketua Mahkamah Agung Republik Sudan, Prof. Dr. Haedar Ahmed Dafalla mengatakan pihaknya berkunjung ke Indonesia untuk meningkatkan kerja sama dan mengadakan studi banding dengan menemui Ketua Mahkamah Agung Prof Hatta Ali .

"Kami bertemu Ketua Mahkamah Agung Prof. H.M. Hatta Ali pada Selasa (5/4) di kantornya dan bertukar pengalaman," kata Prof. Haedar yang disertai Wakil Dubes Sudan Tarig Abdalla Ali Eltom dan beberapa pejabat Mahkamah Agung Sudan dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat.

Prof. Haedar yang juga Ketua Komisi Yudisial Sudan mengatakan dalam pertemuan bilateral tersebut pihaknya bertukar pandangan tentang sistem peradilan yang berbeda di kedua negara, dan peran dan fungsi hakim.

"Hakim dikondisikan supaya terbebas dari pelbagai intervensi legislatif dan yudikatif. Oleh karena itu berbagai kode etik telah ditegakkan Mahkamah Agung Sudan dalam menjaga integritas dan kehormatan hakim dalam menjalankan fungsi penegakan hukum," katanya.

Lebih jauh Ketua MA Sudan itu mengatakan lebih 400 hakim Sudan "dipinjam" oleh sejumlah negara di Teluk khususnya untuk membantu membuat perundang-perundangan dan menjadi hakim di berbagai pengadilan.

"Kami menjaga kualitas hakim dan Sudan sejauh ini tidak mengalami kekurangan hakim dan staf pengadilan juga memadai," kata Prof. Haedar, mantan hakim yang ditugaskan di negara bagian Darfur.

Ketua Mahkamah Agung RI Hatta Ali telah melakukan kunjungan resmi ke Sudan pada 4-7 Juni 2015 dalam rangka memenuhi undangan Ketua Mahkamah Agung Republik Sudan, Prof. Dr. Haedar Ahmad Dafallah yang sebelumnya telah berkunjung ke Indonesia pada tahun 2013.

Humas MA menyebutkan kunjungan delegasi MA RI ke Sudan dilakukan untuk memperkuat kerja sama peradilan kedua belah pihak dengan memperpanjang Nota Kesepahaman (MoU) yang telah ditandatangani sejak 17 November 2011 dan telah berakhir pada 17 November 2014.

Kunjungan yang berlangsung selama tiga hari tersebut dimanfaatkan dengan berbagai kegiatan. Di antara program-program yang telah dijadwalkan pihak Sudan adalah pertemuan tentang sistem peradilan di kedua negara Indonesia dan Sudan berikut peluang-peluang kerja samanya, mengkaji kerja sama peradilan selama beberapa tahun terakhir dan penandatanganan perpanjangan Nota Kesepahaman (MoU).

Ingin kerja sama
.
Ketua Mahkamah Agung Sudan menyampaikan bahwa di Mahkamah Agung di negaranya juga melakukan pengawasan terhadap para hakim. Pengawasan Internal dan Pengawasan Eksternal.

Ketua Mahkamah Agung Sudan menyatakan keinginannya untuk dapat bekerja sama dengan Mahkamah Agung RI, Khususnya dalam bidang reformasi birokrasi dan penyusunan kebijakan.

Ketua Mahkamah Agung RI menyambut dengan tangan terbuka ajakan kerja sama tersebut. Usai mengunjungi Gedung Mahkamah Agung RI, para anggota delegasi selanjutnya mengunjungi Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Pada kunjungannya kali ini, para delegasi mengunjungi ruang layanan informasi, ruang sidang, dan berkeliling Gedung Pengadilan Jakarta Pusat.

Kehormatan hakim
Di Sudan, hakim dikondisikan supaya terbebas dari pelbagai intervensi.

Oleh karena itu Mahkamah Agung Sudan menerapkan berbagai kode etik untuk menjaga integritas dan kehormatan hakim dalam menjalankan fungsi penegakan hukum.

Misalnya, untuk sekadar pergi ke pasar pun para hakim Sudan dilarang karena dianggap akan dapat mengurangi optimalisasi peran penegakan hukum yang dibutuhkan kewibawaan dan terhindar dari perilaku dan perbuatan yang mempengaruhi indepedensi hakim.

Sebagai konsekuensi, Mahkamah Agung Sudan diperkenankan secara undang-undang untuk mengelola kegiatan usaha termasuk mendirikan koperasi dalam rangka memenuhi segala kebutuhan para hakimnya.

Ketua MA Sudan mengatakan sistem penganggaran sepenuhnya ditentukan oleh Mahkamah Agung Sudan, berdasarkan prosentase anggaran negara yang besarannya ditentukan oleh Komisi Yudisial dan dengan anggota para wakil ketua Mahkamah Agung dan Menteri Keuangan serta Menteri Kehakiman.

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016