"Selain kalangan akademisi, pengunjung banyak yang datang dari kalangan PAUD dari Sleman. Biasanya rombongan dipaketkan. Ke peternak kambing etawa, museum gempa dan rumah joglo di Kaliurang," kata salah satu pengelola Museum Gempa Kaliurang, Dewi, Kamis.
Menurut dia, anak-anak tersebut, selain dapat melihat koleksi museum juga ada edukasi tentang kegempaan.
"Koleksi yang ada di antaranya seperti alat-alat peraga gempa, seperti miniatur rumah yang tidak tahan gempa, kemudian Barrataga, yaitu Bangunan Rumah Rakyat Tahan Gempa," katanya.
Ia mengatakan, selain itu pula ada pemutaran film mengenai fenomena alam. Adanya lempengean-lempengan bumi, meletusnya gunung api, hingga proses terjadinya gempa.
"Kalau untuk pengunjung perorangan masih sedikit. Lebih banyak rombongan," katanya.
Pendiri Museum Gempa Sarwidi mengatakan ke depan museum ini akan dikembangkan atau dipercabang. "Agar bisa lebih dekat dengan masyarakat," katanya.
Ia mengatakan dengan diperbanyak tersebut, masyarakat bisa lebih tahu mengenai gempa. Yang memang bukan merupakan bencana. Saat ini baru proses mencari sponsor," katanya.
Menurut dia, gempa merupakan fenomena alam biasa yang memang dibutuhkan untuk keberlangsungan kehidupan.
"Yang membuat bencana itu bangunan rumah roboh. Kalau tidak, itu hanya fenomena alam biasa yang memang dibutuhkan. Jadi bagaimana supaya masyarakat tahu konstruksi bangunan rumah tahan gempa," katanya.
Pewarta: Victorianus Sat Pranyoto
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2016