New York (ANTARA News) - Harga minyak dunia bersusah payah naik tipis pada Selasa (Rabu pagi WIB) setelah dua hari sebelumnya mencatat penurunan besar, di tengah peringatan Dana Moneter Internasional (IMF) atas pertumbuhan global yang lambat.

Menurut Xinhua, harga minyak telah jatuh lebih dari lima persen dalam dua hari perdagangan terakhir karena rencana pembatasan produksi oleh produsen-produsen utama meredup.

Minyak mentah Brent North Sea, patokan global, yang diperdagangkan di London untuk pengiriman Juni, berakhir naik 18 sen menjadi menetap di 37,87 dolar AS per barel.

Patokan AS, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Mei, bertambah 19 sen menjadi ditutup pada 35,89 dolar AS per barel di perdagangan New York.

Brent jatuh ke serendah 37,27 dolar AS dan WTI merosot menjadi 35,24 dolar AS per barel di awal perdagangan, di tengah harapan yang rendah untuk pembicaraan pembatasan produksi di Doha, Qatar, pada 17 April antara Rusia dan para produsen OPEC untuk memperkuat harga.

Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde melukiskan sebuah gambar suram untuk perekonomian global dalam sebuah pidato di Frankfurt, mengatakan pertumbuhan masih "terlalu lambat" dan "terlalu rapuh" dan sangat mendesak negara-negara maju untuk meningkatkan upaya stimulus fiskal.

"Secara keseluruhan, prospek global telah melemah selama enam bulan terakhir - diperparah oleh pelambatan relatif Tiongkok, harga komoditas yang lebih rendah, dan prospek pengetatan keuangan di banyak negara," katanya.

IMF "waspada, bukan cemas," katanya, dalam sambutannya, yang membuat pasar ekuitas global melemah

Sementara itu Nawal al-Fezaia, Gubernur OPEC Kuwait pada Selasa mengatakan bahwa negara-negara penghasil minyak utama dapat mencapai kesepakatan untuk membekukan produksi, sekalipun jika Iran tidak bergabung dengan tindakan tersebut.

Produksi minyak mentah Iran telah melonjak sejak Barat mencabut sanksi-sanksi terkait nuklir pada Januari, dan negara, yang telah lama mengurangi pasokannya ke pasar minyak mentah global, telah menegaskan seharusnya tidak menjadi salah satu yang harus memotong kembali produksinya.

Namun, Mohammad bin Salman Al Saud, wakil putra mahkota Arab Saudi, Jumat lalu, mengisyaratkan keengganan kerajaan itu untuk membekukan produksi kecuali negara-negara lain melakukan hal yang sama.

Sementara para pejabat Iran telah membuat jelas bahwa negaranya tidak akan berpartisipasi dalam pembekuan produksi sampai produksinya berjalan ke tingkat sebelum sanksi internasional diterapkan.

(A026)

Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016