Samarinda (ANTARA News) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Kalimantan Timur menyita 150 burung paruh atau kepala enggang yang akan diselundupkan ke luar negeri.

"Burung enggang merupakan satwa liar yang sangat dilindungi, apalagi populasinya semakin menipis, jadi kami masih menyelidiki siapa pelakunya," ujar Koordinator Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Polisi Kehutanan Muda BKSDA Kaltim, Suryadi di Samarinda, Selasa.

Sebanyak 150 kepala enggang yang sudah kering tersebut merupakan hasil sitaan yang dilakukan tiga kali di Bandara Internasional Sepinggan Balikpapan sepanjang 2015.

Satu kali penyitaan terdapat satu dus yang berisi sekitar 50 kepala enggang kering, sehingga total tiga kali penyitaan terdapat 150 ekor kepala enggang.

Saat penyitaan, pihak bandara bukan hanya mengamankan paruh enggang, tetapi ada pula sejumlah tengkorak satwa lain seperti tengkorak orang utan, gading gajah, dan lainnya.

"Hingga kini kami masih kesulitan mengembangkan kasus jual beli tengkorak dari satwa liar dilindungi ini, karena dalam pengiriman melalui banda udara itu tidak menyebutkan alamat, hanya nomor HP, sementara nomor HP-nya tidak bisa kami hubungi," katanya.

Menurutnya, tengkorak satwa liar itu diperoleh di hutan Kalimantan yang kemudian pelaku mencoba menyelundupkan ke Bali. Dari hasil pengembangan, tengkorak tersebut dari Bali akan dikirim lagi ke China dan Thailand.

"Sampai pada pengembangan ini kami sudah buntu dan kehilangan jejak. Namun kami masih terus berusaha melakukan penyelidikan kasus ini. Supaya penangkapan bisa kami lakukan seperti dua orang yang sudah kami tangkap menjual satwa dilindungi lainnya, yakni MG dan Fr," katanya.

Ditanya untuk apa tengkorak satwa liar tersebut diselundupkan hingga ke luar negeri, ia belum bisa memastikan, namun isu yang berkembang, paruh burung enggang tersebut akan dijadikan obat di China dan Thailand.

Ia mensinyalir perburuan burung enggang yang hanya diambil paruhnya itu dimodali oleh pengusaha besar, yakni pemburu diberi sejumlah uang muka untuk berburu ke hutan, kemudian hasil buruannya itu dijual kepada pemodal dengan harga mencapai jutaan rupiah per paruh.

Pewarta: M Ghofar
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016