Jakarta (ANTARA News) - Moerdiono yang menjadi salah satu saksi hidup pada zaman dikeluarkannya Surat Perintah Sebelas Maret (Super Semar) menyatakan bahwa hingga saat ini, naskah asli Super Semar belum ditemukan. "Saya sudah katakan, naskah aslinya tidak ketemu," katanya dalam diskusi bertajuk Duduk Perkara Super Semar yang diselenggarakan Institute for Policy Studies (IPS) di Jakarta, Kamis. Dia mengatakan, sewaktu dirinya menjadi Menteri Sekretaris Negara pernah dilakukan pencarian, namun hasilnya nihil. Begitu juga saat dirinya ditanya oleh Komisi II waktu itu, Pak Moer (panggilan akrab Moerdiono) menegaskan bahwa naskah asli Super Semar tidak ketemu. "Menurut saya, itu sesuatu yang normal. Bukankah, teks proklamasi baru diterima negara oleh Presiden setelah bertahun-tahun kemudian. Kan, bukan berarti teks proklamasi itu tidak ada," katanya. Pak Moer menjelaskan, dengan ditemukannya fotokopi, menjadikan orang mengetik sendiri untuk praktisnya membuat Super Semar menjadi satu halaman kemudian tanda tangan Presiden Soekarno dibuat sendiri. "Itu membikin kekisruhan meskipun isi Super Semar sebenarnya sama. Pada zaman saya, sejumlah penerbitan itu segera ditarik dan dibuat kembali Super Semar dua lembar," katanya. Disingung mengenai apakah saat pembuatan Super Semar di bawah tekanan, Pak Moer menegaskan dirinya tidak mengetahuinya. "Saya tidak tahu dan tidak percaya. Saya tidak tahu karena saya tidak di Bogor. Ketiganya ke Bogor juga secara kebetulan bukan sesuatu yang dirancang," katanya. Lebih jauh, Pak Moer mengatakan bahwa dirinya sangat mengenal ketiga jenderal yang mendatangi Presiden Soekarno ke Bogor saat itu, yakni Jenderal M Jusuf, Amir Machmud, dan Basuki Rahmat (ketiganya sudah almarhum). "Saya kenal dekat dengan Jenderal Basuki Rahmat seperti yang saya ceritakan, saya sebagai sekretaris pribadi beliau. Saya kenal sekali dengan Jenderal M Jusuf dan Amir Machmud. Ketiganya cerita sama bahwa hal itu adalah spontan," katanya. Dalam kesempatan yang sama, Direktur IPS Fadli Zon menegaskan bahwa Super Semar itu ada dan tidak perlu dipersoalkan jika ada perbedaan bentuk karena substansinya tidak ada yang berbeda. Fadli menyatakan bahwa Presiden Soekarno saat itu, sangat tepat dengan memberikan Super Semar ke Soeharto untuk mengatasi kondisi saat itu. Selain Moerdiono, dalam acara tersebut hadir juga sejumlah saksi hidup Super Semar. Bahkan ada juga penemu Sumur Lubang Buaya yang menceritakan secara rinci kronologis penemuan tersebut.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007