Dalam Operasi Tangkap Tangan tersebut, Sanusi diduga menerima uang dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (Tbk) Ariesman Widjaja.
Berikut kronologi penangkapan Sanusi versi KPK seperti disampaikan Ketua KPK Agus Rahardjo dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Jumat (semua tersangka disebut dengan inisial oleh KPK) :
Kamis, 31 Maret sekitar 19.30 WIB, KPK melakukan OTT terhadap dua orang yaitu MSN (anggota DPRD DKI Jakarta) dan GER (karyawan swasta) pada sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan setelah menerima uang dari TPT swasta karyawan PT APL.
TPT ditangkap di di kantornya di kawasan Jakarta Barat bersama BER sekretaris direktur PT APL sebagai perantara, di rumahnya di daerah Rawamangun Jakarta Timur.
GER adalah perantara untuk memberikan uang atau hadiah untuk penyelengara negara yang mewakilinya terkait pembahasan Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Jakarta 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara.
KPK menyita barang bukti uang sebesar Rp1,14 miliar yang merupakan pemberian kedua kepada MSN. Pemberian pertama Rp1 miliar diserahkan pada 28 Maret.
Pernyataan Basuki itu disampaikannya secara langsung terkait penangkapan Mohamad Sanusi.
"Dengan adanya LHKPN, masyarakat bisa mengetahui gaya hidup dan jumlah harta milik pejabat, baik sebelum, selama menjabat, maupun setelah akhir jabatan," katanya.
"Dari dulu saya selalu tegaskan, kalau mau jadi pejabat, ya harus lapor LHKPN. Setelah lapor LHKPN, buktikan berapa pajak yang dibayar. Penghasilan pejabat juga bisa dicek disitu (LHKPN)," ujar Ahok.
"Saya tidak tahu soal itu (OTT), baru tahu di berita saja. Saya tahunya dia (Sanusi) hidup mewah. Jam tangannya miliaran, mobilnya miliaran. Saya tidak tahu. Mungkin dia orang kaya," ucap Ahok.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016