... kejahatan dilawan dengan kejahatan tidak akan produktif....Jakarta (ANTARA News) - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta meminta negara tidak menangani terorisme dengan teror seperti yang terlihat pada kasus Siyono, terduga teroris yang mati setelah ditangkap Detasemen Khusus 88 Antiteror Kepolisian Indonesia.
"Bila kejahatan dilawan dengan kejahatan tidak akan produktif. Penegakan hukum harus berdasarkan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan melalui proses yang adil," kata pengacara publik LBH Jakarta, Arif Maulana, saat dihubungi di Jakarta, Sabtu.
Dia mengatakan, LBH Jakarta setuju terorisme ditangani dan diberantas.
Namun, penanganan terorisme harus tetap dalam koridor hukum dan hak asasi manusia. Apalagi, terorisme sudah dikategorikan sebagai tindak pidana.
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana telah cukup menjamin HAM, siapa pun yang berurusan dengan hukum mulai dari tersangka hingga terpidana.
"Karena itu, pemberantasan terorisme tidak boleh asal-asalan. Bila pemberantasan terorisme asal-asalan, sampai orang yang baru diduga teroris saja kehilangan haknya, maka hukum di Indonesia sudah tidak lagi berfungsi," tuturnya.
Dia mengatakan, Detasemen Khusus 88 Anti Teror (biasa disebut Densus 88 saja), sebagai satu satuan di Kepolisian Indonesia, juga memiliki prosedur jelas dalam bertugas, yang tidak melanggar HAM.
Dalam menangani teroris, baik yang masih diduga maupun sudah ditetapkan sebagai tersangka, Densus 88 harus mengacu pada Peraturan Kepala Kepolisian Indonesia Nomor 8/2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelengaraan Tugas Kepolisian.
"Karena itu, LBH Jakarta akan mendukung Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang mendampingi Suratmi, istri Siyono, untuk mencari keadilan. Apa yang dialami Siyono jangan sampai terulang dan ada siyono-siyono lainnya," katanya.
Menurut data Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Siyono orang ke-121 yang tewas sebagai terduga teroris tanpa menjalani proses hukum sejak Densus 88 dibentuk.
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana telah cukup menjamin HAM, siapa pun yang berurusan dengan hukum mulai dari tersangka hingga terpidana.
"Karena itu, pemberantasan terorisme tidak boleh asal-asalan. Bila pemberantasan terorisme asal-asalan, sampai orang yang baru diduga teroris saja kehilangan haknya, maka hukum di Indonesia sudah tidak lagi berfungsi," tuturnya.
Dia mengatakan, Detasemen Khusus 88 Anti Teror (biasa disebut Densus 88 saja), sebagai satu satuan di Kepolisian Indonesia, juga memiliki prosedur jelas dalam bertugas, yang tidak melanggar HAM.
Dalam menangani teroris, baik yang masih diduga maupun sudah ditetapkan sebagai tersangka, Densus 88 harus mengacu pada Peraturan Kepala Kepolisian Indonesia Nomor 8/2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelengaraan Tugas Kepolisian.
"Karena itu, LBH Jakarta akan mendukung Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang mendampingi Suratmi, istri Siyono, untuk mencari keadilan. Apa yang dialami Siyono jangan sampai terulang dan ada siyono-siyono lainnya," katanya.
Menurut data Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Siyono orang ke-121 yang tewas sebagai terduga teroris tanpa menjalani proses hukum sejak Densus 88 dibentuk.
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016