Kami mendesak mereka segera menghentikannya."

Seoul (ANTARA News) - Akibat gangguan terhadap piranti sistem satelit penentu posisi global (global posititioning system/GPS) diganggu pihak Korea Utara (Korut), banyak kapal nelayan Korea Selatan (Korsel) terpaksa gagal melaut dan kembali ke pelabuhan.

Insiden tersebut membuat pemerintah Korsel memperingatkan Korut untuk berhenti mengganggu penerimaan GPS, dan Seoul juga bertekad akan mengambil tindakan tegas bilamana hal tersebut terus berlanjut, di tengah meningkatnya ketegangan kedua negara atas uji nuklir dan roket antarbenua Korut.

Korsel mengumumkan, mereka telah melacak sinyal-sinyal yang mengganggu penerimaan GPS, termasuk milik nelayannya, ke empat wilayah di Korut dekat perbatasan kedua negara di Semenanjung Korea itu pada Kamis dan Jumat (31 Maret dan 1 April).

Akibatnya, Korsel berada dalam siaga penuh menghadapi kemungkinan serangan dari dunia maya pihak Korut, yang sempat mengungkapkan kemarahannya dengan mengancam perang dan uji persenjataan lebih jauh sebagai tanggapan atas sanksi baru yang diberlakukan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) sejak Maret.

"Kegiatan yang mengganggu ini jelas merupakan aksi provokasi menyolok yang melanggar gencatan senjata dan aturan Uni Telekomunikasi Internasional (ITU). Kami mendesak mereka segera menghentikannya," demikian pernyataan Kementerian Pertahanan Korsel.

ITU adalah badan PBB berkedudukan di Jenewa, Swiss, yang bertugas memantau jaringan dan teknologi telekomunikasi global.

Korut akan merasakan akibatnya jika ini terus berlanjut, catat Kemenhan Korsel.

Selama ini Korut terisolasi dalam tata pergaulan internasional karena kebijakan politik di bawah Presiden Kim Jong-Un (putra presiden terdahulu, Kim Jong-Il). Adapun Korsel, yang termasuk negara ekonomi maju dan demokratis, kini dipimpin perempuan Presiden Park Geun-hye (putri mantan presiden 1963-1979 Park Chung-hee).

Kedua negara secara teknis masih berada dalam kondisi perang sejak konflik mereka berakhir pada 1950-1953 dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai.

Kantor kepresidenan Korsel mengatakan, Dewan Keamanan Nasional bertemu untuk membicarakan isu gangguan GPS itu, dan meminta Korut untuk "segera menghentikan aksi yang berbahaya dan sembrono".

Ratusan kapal nelayan Korsel di lepas pantai termasuk 70 dari 332 yang berangkat dari pelabuhan di timur Sokcho pada Jumat, pulang awal setelah GPS mereka tidak berfungsi, demikian dilaporkan media, mengutip petugas penjaga pantaai.

Tidak ada laporan gangguan lalu lintas udara. Korut mencoba melakukan gangguan serupa dalam beberapa pekan terakhir, kata Kementerian Transportasi Korsel, layaknya dikutip Xinhua-OANA.

Pada Maret, badan intelijen Korsel mengatakan, Korut telah meningkatkan serangan maya melawan Korsel, termasuk upaya menyusup ke dalam sistem kendali kereta bawah tanah yang digagalkan.

Korsel sebelumnya menuding Korut melakukan serangan siber terhadap operator pembangkit tenaga nuklir.

Amerika Serikat (AS), yang bersekutu dengan Korsel pasca-Perang Dunia II dan konflik Semenanjung Korea, menuduh Korut melakukan serangan siber terhadap Sony Pictures pada 2014, sehingga memaksa studio tersebut membatalkan rilis film komedi mengenai pembunuhan fiksi terhadap Kim Jong-Un. Namun, Korut membatahnya.
(Uu.S022/G003/Rw.P003)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2016