New York (ANTARA News) - Media massa Amerika Serikat menyoroti kasus kecelakaan fatal yang menimpa pesawat Garuda Indonesia Boeing 737-400 nomor penerbangan GA-200 di Bandara Adi Sucipto, Yogyakarta, Rabu. Sejumlah media massa terkemuka AS, termasuk The New York Times, Washington Post, CNN dan USA Today, sepanjang Rabu waktu setempat (Kamis WIB) menurunkan laporan tentang insiden mengenaskan itu, lengkap dengan tayangan video maupun gambar foto bangkai pesawat. Dalam laporannya, mereka mengungkapkan secara rinci terjadinya kecelakaan yang dialami pesawat Boeing 737-400 itu, baik proses ledakan dan kebakaran pesawat, jumlah penumpang selamat maupun meninggal dunia serta hiruk-pikuk cerita yang dikumpulkan dari para penumpang yang selamat dalam peristiwa tersebut. Kendati bercerita peristiwa yang sama, beberapa media memberikan data yang berbeda soal korban tewas dalam peristiwa ledakan pesawat Garuda. CNN, misalnya, mengutip Menteri Perhubungan Hatta Radjasa yang mengatakan bahwa setidaknya korban tewas berjumlah 23 orang dan yang selamat 117 orang dari keseluruhan 133 penumpang dan tujuh awak kabin. Sementara itu, The New York Times, yang mengutip pernyataan manajemen maskapai penerbangan Garuda, menyebut 22 orang tewas, yaitu 21 penumpang dan satu awak kabin, dan 112 penumpang orang selamat. Washington Post mengutip keterangan Perdana Menteri Australia, John Howard, yang mengaku mendapatkan informasi dari pejabat Indonesia bahwa korban tewas dipastikan berjumlah 49 orang. Howard mengatakan bahwa sekitar 10 orang warga negara Australia juga berada di pesawat naas tersebut. Koran Washington Post sekaligus juga mengutip Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi yang mengatakan bahwa 21 orang dipastikan tewas dan 96 orang tengah dirawat di rumah sakit. Soal kecelakaan pesawat, The New York Times menurunkan analisa berita yang menyorot bahwa Kecelakaan pesawat di Indonesia menunjukkan adanya masalah yang mendalam soal pengamanan. Analisa tersebut antara lain mengatakan kendati pejabat dan peneliti Indonesia saat ini mengatakan masih dini untuk mengetahui penyebab kecelakaan Garuda di Yogyakarta, sebenarnya sudah lama ada peringatan soal pemeliharaan pesawat dan standar operasional, kelalaian industri penerbangan serta kualitas fasilitas dan pelayanan penerbangan di Indonesia. "Orang bisa melihat catatan tersebut, dan ini tidak baik menurut standar internasional," kata Roger Mulberge, mantan pilot British Airways, seperti dikutip The New York Times. "Times" mencatat bahwa jumlah orang yang tewas akibat kecelakaan pesawat di Indonesia dalam tiga tahun terakhir sudah mencapai jumlah hampir 280 orang. The New York Times dan beberapa media lainnya juga menguraikan catatan cukup panjang soal kecelakaan pesawat di Indonesia sebelumnya, antara lain yaitu 24 Juli 1992 (pesawat jatuh di Maluku bagian timur, 71 orang tewas), 26 September 1997 (Garuda Airbus A-300 di Sumatera saat terjadi kabut asap, 234 tewas), 19 Desember 1997 (SilkAir Boeing 737-300 jatuh di sungai di Sumatera, 104 tewas), 16 Januari 2002 (Garuda Boeing 737 mendarat darurat di sungai di Pulau Jawa, satu awak kabin tewas), 5 September 2005 (Mandala Boeing 737-200 jatuh di Medan, 102 penumpang pesawat dan 47 warga sekitar tewas), dan 1 Januari 2007 (Adam Air Boeing 737, 102 orang tewas). Beberapa media menyajikan data serupa dengan memberikan data lainnya soal jumlah orang yang tewas, baik dalam kecelakaan maupun bencana alam, yang terjadi baru-baru ini di Indonesia. Mereka melaporkan bahwa meledaknya pesawat Garuda di Yogyakarta pada Rabu itu sebagai kecelakaan yang menyusul sejumlah tragedi lainnya yang baru saja terjadi, yaitu gempa bumi di Solok, Sumatera Barat, pada 6 Maret 2007 yang menewaskan setidaknya 52 orang; kebakaran kapal feri jurusan Jakarta-Bangka di perairan Sumatera pada 22 Februari 2007, 42 orang tewas; jatuhnya pesawat Adam Air pada 1 Januari 2007 di perairan Sulawesi, 102 tewas; dan tenggelamnya kapal feri rute Kalimantan menuju Jawa pada 30 Desember 2005 yang membawa setidaknya 600 orang. (*)

Copyright © ANTARA 2007