"Besarannya dihitung secara proporsional dengan masa kerja," kata Menteri Ketenagakerjaan, M Hanif Dhakiri, di Jakarta, Kamis.
Sebelumnya, pekerja yang berhak mendapatkan THR adalah yang memiliki masa kerja minimal tiga bulan.
Dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6/2016 tentang THR Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan yang diundangkan mulai 8 Maret 2016, dinyatakan pekerja dengan masa kerja sebulan berhak mendapatkan THR.
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan itu salah satu peraturan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 78/2015 tentang Pengupahan, yang secara resmi menggantikan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.04/MEN/1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan.
"Dalam peraturan yang baru, pengusaha wajib memberikan THR Keagamaan kepada pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja satu bulan secara terus menerus atau lebih," kata Dhakiri.
"Hal itu berlaku bagi pekerja yang memilki hubungan kerja, termasuk yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) maupun perjanjian kerja waktu tertentu, (PKWT)," kata dia.
Menurut peraturan yang lama, ketentuan besarnya THR berdasarkan peraturan THR Keagamaan itu adalah bagi pekerja/buruh yang bermasa kerja 12 bulan secara terus-menerus atau lebih maka mendapat THR sebesar satu bulan upah.
Selain itu, setiap pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja tiga bulan secara terus-menerus atau lebih maka berhak mendapatkan THR secara proporsional.
Dia menjelaskankan, THR Keagamaan itu pendapatan nonupah yang wajib dibayarkan pengusaha kepada pekerja/buruh atau keluarganya menjelang Hari Raya Keagamaan, atau dapat ditentukan lain sesuai kesepakatan pengusaha dan pekerja dalam peraturan perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama.
"Pembayaran THR bagi pekerja/buruh ini wajib diberikan sekali dalam setahun oleh perusahaan dan pembayaraannya sesuai dengan hari keagamaan masing-masing serta dibayarkan selambat-lambatnya tujuh hari sebelum Hari Raya Keagamaan," kata dia.
Namun bagi perusahaan yang telah mengatur pembayaran THR keagamaan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau PKB, dan ternyata lebih baik dan lebih besar dari ketentuan di atas, maka THR yang dibayarkan kepada pekerja/buruh harus dilakukan berdasarkan pada PP atau PKB itu.
Menurut peraturan yang lama, ketentuan besarnya THR berdasarkan peraturan THR Keagamaan itu adalah bagi pekerja/buruh yang bermasa kerja 12 bulan secara terus-menerus atau lebih maka mendapat THR sebesar satu bulan upah.
Selain itu, setiap pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja tiga bulan secara terus-menerus atau lebih maka berhak mendapatkan THR secara proporsional.
Dia menjelaskankan, THR Keagamaan itu pendapatan nonupah yang wajib dibayarkan pengusaha kepada pekerja/buruh atau keluarganya menjelang Hari Raya Keagamaan, atau dapat ditentukan lain sesuai kesepakatan pengusaha dan pekerja dalam peraturan perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama.
"Pembayaran THR bagi pekerja/buruh ini wajib diberikan sekali dalam setahun oleh perusahaan dan pembayaraannya sesuai dengan hari keagamaan masing-masing serta dibayarkan selambat-lambatnya tujuh hari sebelum Hari Raya Keagamaan," kata dia.
Namun bagi perusahaan yang telah mengatur pembayaran THR keagamaan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau PKB, dan ternyata lebih baik dan lebih besar dari ketentuan di atas, maka THR yang dibayarkan kepada pekerja/buruh harus dilakukan berdasarkan pada PP atau PKB itu.
Kementerian Ketenagakerjaan juga tengah giat menyosialisasikan hal ini.
Pewarta: Arie Novarina
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016