Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) TNI di sana sedang melakukan persiapan kegiatan latihan setiap tahun. Dimana tempat latihannya, itu tergantung saya."

Jakarta (ANTARA News) - Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo mengatakan, pihaknya terus berkoordinasi dengan pemerintah Filipina dalam upaya pembebasan 10 WNI yang disandera oleh perompak kelompok Abu Sayyaf di Filipina.

"Seperti telah disampaikan Menlu Retno Marsudi, prioritas kita adalah menyelamatkan warga negara. Berdasarkan monitor dan koordinasi dengan tim dari Filipina, lokasinya ada di Filipina. Mereka sudah tahu tempatnya, nanti setiap saat saya koordinasi, monitor, kemudian saya hanya menyampaikan apapun yang diperlukan pemerintah Filipina, kami siap," kata Panglima TNI di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu.

Untuk persiapannya seperti apa, dijawab Panglima TNI, "Itu urusan saya".

Gatot mengatakan, saat rapat dengan Menlu Retno Marsudi, dirinya sudah sampaikan, untuk diketahui lokasi saat ini ada di Filipina, sehingga TNI hanya memantau.

"Saya sudah sampaikan kepada Panglima Filipina apapun yang dibutuhkan saya siap bantu," kata Gatot.

Saat ini, tambah dia, pihaknya sedang berkoordinasi terus, apapun yang mereka (Filipina) perlukan akan disiapkan. "Negosias akan saya lakukan dengan panglimanya. Prioritas utama pemerintah adalah menyelamatkan WNI," tegas mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) ini.

Ketika ditanyakan, apakah benar TNI sudah menyiapkan pasukan di pangkalan di Tarakan, ia mengatakan, semua personel TNI siap di Tarakan, memang ada pangkalan TNI Angkatan Laut .

"Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) TNI di sana sedang melakukan persiapan kegiatan latihan setiap tahun. Dimana tempat latihannya, itu tergantung saya," jelas Jenderal bintang empat ini.

Kerja sama militer antara TNI dan Filipina, tambah dia, sangat baik dan terbuka.

Sebelumnya, Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu mengatakan pasukan TNI sudah siap apabila tentara Filipina meminta bantuan Indonesia menangani perompak yang membajak dua kapal Indonesia dan menyandera 10 WNI.

"Saya rasa tentara sudah siap semua tinggal tergantung sana, karena rumah orang. Kalau dia (Filipina) bilang siap kita nonton saja, kalau dia minta bantuan kita tangani," kata Ryamizard di kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan saat ini kapal-kapal patroli TNI sudah disiapkan untuk mengantisipasi berbagai macam kemungkinan kejadian.

Namun Ryamizard menekankan bahwa pasukan militer Indonesia tidak bisa seenaknya melakukan operasi di wilayah Filipina, sehingga perlu izin dari otoritas negara tersebut.

Berdasarkan informasi dari Kementerian Luar Negeri, pembajakan terhadap kapal tunda Brahma 12 dan kapal tongkang Anand 12 yang berbendera Indonesia itu terjadi saat dalam perjalanan dari Sungai Puting Kalimantan Selatan menuju Batangas, Filipina Selatan.

"Tidak diketahui persis kapan kapal dibajak. Pihak pemilik kapal baru mengetahui terjadi pembajakan pada tanggal 26 Maret 2016, pada saat menerima telepon dari seseorang yang mengaku dari kelompok Abu Sayyaf," ujar Jubir Kemlu Arrmanatha Nasir.

Saat ini, Kapal Brahma 12 sudah dilepaskan dan sudah di tangan otoritas Filipina. Sementara kapal Anand 12 dan 10 awak kapal masih berada di tangan pembajak, namun belum diketahui persis posisinya.

Dalam komunikasi pihak Kemlu melalui telepon kepada perusahaan pemilik kapal, pembajak dan penyandera menyampaikan tuntutan sejumlah uang tebusan.

Diketahui sejak 26 Maret, pihak pembajak sudah dua kali menghubungi pemilik kapal.

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016