Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi I DPR Mahfud Siddiq meminta pemerintah mengedepankan diplomasi dan koordinasi dengan pemerintah Filipina dalam membebaskan 10 warga negara Indonesia (WNI) yang disandera oleh kelompok Abu Sayyaf.
"Koordinasi dengan pemerintah Filipina untuk membebaskan sandera WNI," katanya di Jakarta, Selasa.
Dia mengatakan pemerintah Indonesia tidak perlu memenuhi permintaan tebusan senilai Rp15 miliar dari kelompok penyandera WNI.
Mahfud menyarankan pemerintah Indonesia membangun komunikasi dengan otoritas Filipina untuk menyelesaikan masalah tersebut.
"Kelompok Abu Sayyaf saat ini makin terdesak dan kesulitan pendanaan. Mereka lakukan cara-cara pemerasan antara lain melalui penyanderaan," ujarnya.
Anggota Komisi I DPR Tantowi Yahya menyarankan pemerintah Indonesia lebih dulu menggunakan perwakilannya di Manila dengan bantuan Badan Intelijen Negara (BIN) untuk melakukan komunikasi dengan kelompok Abu Sayyaf dan membebaskan 10 WNI yang disandera kelompok tersebut.
"Tindakan tegas hanya digunakan ketika perundingan mentok," katanya.
Dia menegaskan pemerintah Indonesia tidak perlu memenuhi permintaan tebusan dari kelompok tersebut.
Kepala BIN Sutiyoso sebelumnya membenarkan bahwa kapal Indonesia Brahma 12 dibajak kelompok Abu Sayyaf di perairan Filipina dan setidaknya ada 10 WNI yang ditawan kelompok tersebut.
Dia menambahkan kelompok Abu Sayyaf meminta uang tebusan ke pemerintah Indonesia sebesar 50 juta peso atau sekitar Rp15 miliar.
Menurut dia, BIN akan berkoordinasi lebih dahulu dengan Kementerian Luar Negeri, TNI, dan Polri terkait permintaan uang tebusan tersebut.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016