"Mata uang rupiah memimpin pelemahan di pasar uang negara berkembang terhadap dolar AS menyusul maraknya spekulasi semakin dekatnya Amerika Serikat menaikkan suku bunga acuannya," kata Kepala Riset Monex Investindo Futures, Ariston Tjendra di Jakarta, Senin.
Saat ini, lanjut dia, fokus pelaku pasar uang sedang tertuju pada data kerja Amerika Serikat. Data tersebut dapat dijadikan sebagai petunjuk kapan bank sentral AS (The Fed) menaikan suku bunga acuannya.
"Pada pekan ini, Amerika Serikat sedianya akan merilis data tenaga kerjanya, sentimen yang beredar menunjukkan tenaga kerja naik setelah para pengusaha AS menciptakan lebih dari 200.000 pekerja di bulan Maret," katanya.
Ia menambahkan, komentar "hawkish" dari beberapa pejabat The Fed juga telah membuat investor mengantisipasi kenaikan suku bunga paling cepat pada April tahun ini dan cenderung menghindari aset mata uang berisiko.
Di sisi lain, lanjut dia, data manufaktur Tiongkok yang akan dirilis pada pekan ini juga menjadi fokus pelaku pasar untuk menentukan seberapa kuat dampaknya terhadap ekonomi global.
Analis dari PT Platon Niaga Berjangka Lukman Leong menambahkan komentar "hawkish" pejabat The Fed membuat investor waspada terhadap kenaikan suku bunga AS sehingga mata uang utama dunia cenderung melanjutkan koreksi terhadap dolar AS.
"Pekan lalu, pembuat kebijakan bank sentral AS mensinyalkan kenaikan suku bunga pada April atau Juni. Namun, keputusan itu masih tetap hati-hati dengan menyesuaikan kondisi global," katanya
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Senin (28/3) mencatat nilai tukar rupiah bergerak melemah menjadi Rp13.323 dibandingkan hari sebelumnya (24/3) Rp13.250.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2016