"Ritual Cheng Beng ini dilaksanakan mulai 10 hari sebelum 5 April dan sampai dengan 10 hari sesudahnya yang dilakukan secara kekeluargaan," kata salah seorang peziarah Akiong (45) di Bagansiapiapi, Minggu.
Tradisi Cheng Beng menurutnya sudah merupakan kegiatan setiap tahun dan ia bersama keluarganya selalu berkumpul di kuburan untuk berdoa serta memberikan sesaji makanan, membakar hio dan lainnya.
"Makanan dan buah-buahan yang disajikan ini merupakan kesukaan oleh leluhur dan sembari berdoa kepada arwah untuk kebaikan di surga," ujar Akiong yang akrab disapa Darman itu.
Dalam budaya warga Tionghoa, ada tiga kali sembahyang yang ditujukan bagi keluarga yang telah meninggal, yakni sembahyang bulan tiga atau Cheng Beng, sembahyang di saat ritual Bakar Tongkang dan sembahyang Sayur pada bulan Oktober.
Sementara itu, penjaga kuburan Amat (60) mengaku sampai saat ini warga keturunan Tionghoa yang ziarah kubur terus berdatangan dari pagi, siang hingga sore hari.
"Sejak tiga hari ini jumlah peziarah yang datang ke sini terus meningkat dan banyak yang memanen rezeki," katanya.
Ia mengakui, saat Cheng Beng memang merupakan momen para penjaga maupun pengurus kuburan dan berharap panen rezeki, karena pada saat itu peziarah datang sangat banyak.
"Kalau Cheng Beng datang banyak orang sekitar kuburan yang semula tidak pernah kelihatan, saat ini pada berdatangan dengan harapan dapat rezeki," kata penjaga makam itu.
Pewarta: Netty Mindrayani/ Dedi Dahmudi
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016