Kupang (ANTARA News) - Setelah perayaan misa Kamis Putih dan Jumat Agung, ribuan umat Katolik dari berbagai daerah menjalankan tradisi "Kure", berdoa keliling rumah adat saat Paskah, di Kote, Kecamatan Noemuti, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Secara berkelompok mereka melakukan Kure dari ume usi neno ke ume usi neno (dari rumah adat ke rumah adat) lainnya sambil menanti perayaan malam Paskah (Sabtu Alleluyah) hingga hari raya Minggu Paskah, kata salah satu Putera Tnankel, penerus kerajaan, Aloysius Kosat Bentura, kepada Antara di Noemuti, Sabtu.
Ada 18 ume usi neno/ume mnasi di Kote, di antaranya ume tune yang dijaga Mutik da Melo dan Matcel Mafenat, yang memimpin Kure dan selama ini melaksanakann tugas pemeliharaan iman umat yang diembankan kepada tetua adat pada ume mnasi-ume mnasi bila tidak ada umat yang melaksanakan tugas pelayanan.
Selain itu ada rumah ada yang dijaga oleh Elisabet Meol Lin dan ume nitjano oleh Theresia M Kosat, ume kumarari oleh Aquilina Lopez dan Sisilia Ikun Meol serta ume bi'oto oleh Petronela Meol Batak.
Mereka itu, menurut dia, merupakan "Kuretor" atau orang yang bertugas untuk menangani urusan memelihara rohani umat beriman dalam wilayah tertentu.
Prosesi itu dilakukan di Paroki Hati Kudus Yesus, Kecamatan Noemuti, dimana para penganutnya mengenang pendudukan tentara Portugal atas Belanda di Noemuti.
Kala itu, Tentara Portugis (Topasis) yang datang bersama para imam Katolik Fransiscan mulai menyebarkan misi Katolik ke Pulau Timor, lewat pintu masuk Noemuti.
Misi itu mendapat simpati dan terus dikenang hingga sekarang. Sebagai perwujudannya, alat-alat perang diganti dengan buah-buahan, di mana tebu dijadikan sebagai senapan, jeruk dan buah-buah lainnya sebagai pelurunya, sementara sagu/uk sebagai upaf/mesiu.
"Buah-buahan itu dibagikan kepada umat sebagai tanda damai dan syukur atas kemenangan perang diganti dengan damai pada awal masuknya agama Katolik di daerah itu," katanya.
Ia mengatakan umat Katolik di Noemuti dari waktu ke waktu terus memperingati masuknya agama Katolik dan memelihara tradisi kuno itu.
"Salah satu peninggalan para imam Fransiscan dalam misi penyebaran iman Katolik adalah dengan menempatkan patung-patung orang kudus dan benda-benda devosional pada rumah-rumah adat (ume mnasi) di Kote-Noemuti," katanya.
Penempatan patung-patung para kudus dan benda-benda devosional ini diikuti dengan tradisi penumbuhan iman, doa bergilir dari satu rumah adat ke rumah adat lain saat Tri Hari Suci Paskah.
"Itulah yang disebut Kure dan sampai saat ini, tradisi Kure masih dipertahankan oleh anak cucu dari suku-suku yang ada di Kote," katanya.
Setelah misa Sabtu Alleluya, warga akan menggelar pesta tradisi dan berbagi sukacita, seperti menampilkan tarian Bonet bersama di paroki sebagai ungkapan syukur akan kebangkitan Kritus.
Perayaan sukacita ini juga terus berlanjut hingga keesokan harinya pada perayaan Minggu Paskah.
Kemeriahan pesta Paskah dipastikan terus menyelimuti umat setempat dengan aneka tarian gong, bidut, dan lain sebagainya.
Pesta ini digelar usai misa Hari Raya Paskah.
Setelah itu akan ada prosesi Sef Mau, upacara pembersihan kembali patung/benda-benda kudus usai perayaan Paskah.
Masing-masing rumah adat mengarak kabi buset menuju ke gereja mengawali ritual Sef Mau.
Imam akan menerima sapaan adat dan kabi buset di dalam gereja, lalu melepaskan ma putu-ma lala di sungai.
Hiasan rumah adat maupun buah-buahan dan air serta minyak yang digunakan untuk membersihkan patung/benda devosional selanjutnya akan dikumpulkan lalu dibawa ke sungai dan dihanyutkan sebagai tanda melepaskan noda dosa.
Selanjutnya, peserta ritus Sef Mau akan membasuh tangan dan muka sebagai tanda kemenangan, karena bala telah ditinggalkan, dan kembali mendapat kesejukan serta kebersihan atau manikin oe tene.
Pewarta: Hironimus Bifel
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016