"Maestro yang lebih dikenal Arie Smith itu menghembuskan nafas terakhir dalam perawatan intesif di Rumah Sakit Puti Raharja Rabu malam (23/3) pukul 20.30 Wita," kata Pande Wayan Suteja Neka, pendiri dan pengelola Museum Neka Ubud yang merawat dan memelihara almarhum, Jumat.
Ia mengatakan, jenazah almarhum disemayamkan di rumah duka Rumah Sakit Angkatan Darat (RSAD) Universitas Udayana dan doa kebhaktian dilakukan pada hari Kamis (24/3).
Seusai doa kebhaktian jenazah dikremasi di Krematorium Kristen Mumbul Nusa Dua dan abu jenazah ditaburkan di Pantai Matahari Tebit Sanur.
Pande Wayan Suteja Neka menjelaskan, almarhum selama empat tahun terakhir mengalami kelumpuhan dan buta sehingga tidak bisa melakukan aktivitas.
"Arie Smith sejak tahun 1990-an secara administrasi kependudukan bergabung dengan kartu keluarga (KK) kami atau merupakan bagian dari keluarga kami," ujar Pande Wayan Suteja Neka yang kini berusia 77 tahun itu.
Ia menjelaskan, semasa hidupnya Arie Simith pernah ditawari oleh masyarakat Penestanan Ubud, kalau meninggal akan diabenkan (kremasi) secara agama Hindu, namun Arie Smith menolak dengan alasan beragama Kristen dan berakhirnya (kremasinya) pula secara agama yang dianut.
Arie Smith yang datang ke Bali sejak tahun 1956 atau telah menetap di Bali selama 60 tahun itu mempunyai semangat juang yang tinggi dalam mengajarkan masyarakat Desa Penestan, Ubud, Gianyar berkreativitas di atas kanvas maupun membuat patung.
Masyarakat Desa Penestan seperti umumnya desa-desa lain di Bali sekitar tahun 1963, mengalami musim paceklik dan kesulitan bahan makanan akibat meletusnya Gunung Agung (3142), gunung tertinggi di Pulau Dewata.
Arie Smith, pelukis asing yang kreatif itu kemudian mendidik dua pemuda gembala (pengangon) bebek yakni Nyoman Cakra dan Ketut Saki untuk menekuni dunia seni lukis. Dari dua orang muridnya itu, terus bertambah hingga akhirnya mencapai 50-an orang.
Upaya "mencetak seniman" itu ternyata berhasil, dengan mulainya sebagian pemuda di desa setempat ikut tertarik menekuni aktivitas di atas kanvas, yang kemudian mampu meraih dolar, meskipun tidak belajar langsung dari Arie Smith.
Arie Smith bersama Rudolf Bonnet yang juga warga negara Belanda yang sama-sama pernah bermukim di Ubud dalam menghasilkan karya-karya seni lukis yang bermutu, hingga mengantarkan dirinya mendunia.
Warga Desa Penestan, Ubud kini sebagian besar menekuni aktivitas seni lukis aliran Young Artist yang merupakan penularan dari seniman asal Belanda tersebut. Meski demikian seniman Penestanan tetap mampu menuangkan karya yang tidak terlepas dari nilai seni tradisional dan klasik Bali.
Arie Smith pada masa enerjiknya dinilai sangat kreatif menghasilkan banyak karya seni bermutu dan menjadi pajangan koleksi museum Bali dan Penang Museum di Malaysia .
Pernah menggelar pameran di berbagai kota besar di mancanegara antara lain Jakarta, Singapura, Honolulu dan Tokyo.
Berkat prestasinya dalam bidang seni yang sangat menonjol dan kepedulian terhadap masyarakat Bali dalam mengajarkan seni lukis dan seni patung pernah mendapat anugrah "Seni Dharma Kusuma" penghargaan tertinggi dalam bidang seni dari Pemerintah Provinsi Bali tahun 1992 dan penghargaan Wija Kusuma dari Pemkab Gianyar.
Selain itu ia pernah mendapat anugrah "Lempad dari Museum Seni Lukis Klasik Gunarsa yang bekerja sama dengan Sanggar Dewata Indonesia (SDI), ujar Pande Wayan Suteja Neka.
Pewarta: IK Sutika
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2016