Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan membantu untuk mengawasi pelaksanaan kontrak minyak dan gas yang dilakukan oleh PT Pertamina (Persero).
"Misalnya dalam proses pengadaan dalam pengendalian arus minyak kemudian pelaksanaan proyek, kontrak-kontrak dengan pihak lain dan sebagainya, saya kira itu hal-hal yang Pertamina butuh support, apakah itu nantinya bentuknya pendampingan dan sebagainya sehingga kita bisa menghindari adanya kesalahan-kesalahan langkah ke depan," kata Direktur Utama PT Pertamina Dwi Soetjipto di gedung KPK Jakarta, Kamis.
Dwi dan jajaran petinggi PT Pertamina bertemu dengan pimpinan KPK termasuk Ketua KPK Agus Rahardjo.
"Tentu saja kegiatan-kegiatan yang sekarang menjadi concern KPK untuk investigasi kami juga akan support. Hal-hal yang berkaitan dengan arus barang misalnya arus minyak, gas, bagaimana material-material balance-nya kemudian aspek pengadaan, transaksi kontrak-kontrak kerja sama dan sebagainya," tambah Dwi.
Ketua KPK Agus Rahardjo menegaskan bahwa KPK akan segera menurunkan tim satuan tugas (satgas) ke Pertamina untuk melaksanakan tanggung jawab tersebut.
"Satgas pertama kan sudah kita tugaskan ke beras, satgas kedua ini segera kita berangkatkan, kita deploy ke Pertamina karena banyak hal yang perlu pendampingan, terobosan supaya Pertamina selalu menegakkan integritas, menjadi lebih transparan, menegakkan governance (tata kelola)," kata Agus.
Salah satu kontrak yang diawasi dan dapat diusuk KPK terkait PT Orbit Terminal Merak (OTM). Seperti diketahui, mantan Ketua DPR Setya Novanto pernah mengirimkan surat berkop DPR yang ditujukan kepada Dwi Soetjipto pada 17 Oktober 2015 berisi penagihan agar PT Pertamina membayar biaya penyimpanan bahan bakar minyak (BBM) kepada PT Orbit Terminal Merak (OTM) karena selama ini, PT Pertamina menyimpan BBM di perusahaan tersebut namun hingga saat ini Pertamina belum menggubrisnya.
"Tadi kan sudah disebut salah satunya di Merak, di Merak itu segera kita tindak lanjuti, kita nanti akan segera memberikan rekomendasi," tambah Agus.
Agus juga mengaku bahwa penyelidikan dalam tubuh Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) dalam pengadaan minyak pada 2012-2014 pun masih berjalan.
"Petral masih jalan, masih kita teruskan. Tadi kita mohon ke Pak Dwi agar jika ada pihak Pertamina yang dipanggil kita dibantu," ungkap Agus.
Namun Agus belum tahu berapa orang yang sudah dimintai keterangan dalam penyelidikan tersebut.
"Saya tidak tahu berapa yang dipanggil, pokoknya sudah banyak lah," tambah Agus.
Pertamina pun sudah menyerahkan audit perusahaan tersebut pada 13 November 2015 lalu karena KPK meminta salinan hasil audit tersebut.
"Kami juga sampaikan mengenai hasil audit investigasi yang tentu tindak lanjutnya akan kita support," kata Dwi.
Menurut temuan lembaga auditor Kordha Mentha yang mengaudit Petral, jaringan mafia migas telah menguasai kontrak suplai minyak senilai 18 miliar dolar AS selama tiga tahun.
Akibatnya, Petral dan Pertamina tidak memperoleh harga yang optimal dan terbaik ketika melakukan pengadaan. Pihak ketiga tersebut sangat berpengaruh dalam perdagangan minyak mentah dan BBM serta membuat pelaku usaha dalam bidang tersebut mengikuti permainan yang tidak transparan.
Petral sendiri sudah dibubarkan sejak 13 Mei 2015 lalu, tugas Petral digantikan PT Pertamina Integrated Supply Chain (ISC Pertamina) sehingga diskon yang sebelumnya disandera pihak ketiga sudah kembali ke pemerintah dan perdagangan lebih transparan dan bebas.
Mafia tersebut diduga menguasai kontrak 6 miliar dolar AS per tahun atau sekitar 15 persen dari rata-rata impor minyak tahunan senilai 40 miliar dolar AS.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016