"Batik Garut dan Tasik sederhana tapi cantik sekali," kata kolektor batik Hartono Sumarsono dalam peluncuran buku "Batik Garutan" di Jakarta Convention Center, Rabu petang.
Meski sederhana, batik Garutan dianggap tidak kalah dengan batik lain yang motifnya lebih rumit, seperti batik Kudus.
Aelain itu, kekhasan batik Garutan terletak di warna latar gumading alias kuning gading. Juga, tiap ujung kain dilinting tipis membentuk keliman kecil lalu disom. Jahitan seperti itu diberi istilah beulit kacang.
Dari 300 kain batik Garutan koleksi Hartono, semuanya dijahit beulit kacang.
Mengapa namanya Garutan?
Pria kelahoran Arjiwinangun, Jawa Tengah 1953 itu mengatakan dahulu kala pembatik Garut lebih pandai berjualan ketimbang Tasikmalaya sehingga tempat yang dulu dikenal sebagai Swiss van Java itu lebih menonjol.
"Sekarang sepertinya terbalik ya," komentar pendiri toko Batik Kencana Ungu dan Batik Citra Lawas itu.
Dalam perkembangannya, batik Garut dan Tasikmalaya banyak dipengaruhi tempat-tempat lain.
Corak kawung, parang dan sidomukti dipengaruhi Solo dan Jogjakarta.
Warna-warna cerah seperti merah jambu dan ungu muda adalah pengaruh Pekalongan yang disesuaikan dengan selera setempat.
Motif awan mega mendung Cirebon menjelma menjadi Tiga Dara dalam batik Garutan.
Ada juga corak unggas seperti bangau, merak, manuk dadali juga motif unik seperti Gunung Cikuray.
"Batik Garutan" adalah buku ketiga Hartono. Sebelumnya ia sudah menulis "Batik Pesisir Pusaka Indonesia" dan "Benang Raja: Menyimpul Keelokan Batik Pesisir".
Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016