"Kebijakan bank sentral di negara berkembang Asia, termasuk Indonesia yang sedang berjuang untuk menggenjot kembali pertumbuhan ekonomi dan menjaga sistem keuangan tetap baik masih diapresiasi pelaku pasar uang sehingga laju rupiah relatif stabil," kata Analis dari PT Platon Niaga Berjangka, Lukman Leong, di Jakarta.
Ia mengharapkan kebijakan moneter longgar di Indonesia melalui pemangkasan suku bunga acuan (BI Rate) dapat menjaga proses pemulihan ekonomi domestik. Situasi ekonomi internal dan eksternal yang relatif kondusif dapat dijadikan kesempatan oleh pemerintah untuk memacu kegiatan ekonomi domestik.
Ia menambahkan bahwa harga minyak mentah dunia yang perlahan mulai meningkat hingga ke level 40 dolar AS per barel juga memberi harapan terhadap mata uang berbasis komoditas, ternasuk rupiah untuk tetap berada di area positif.
"Harga minyak mentah yang membaik akan berdampak pada harga komoditas lainnya, situasi itu diharapkan turun memperbaiki fiskal Indonesia," katanya.
Terpantau, harga minyak mentah jenis WTI Crude pada Selasa (22/3) sore ini, berada di level 41,46 dolar AS per barel, turun tipis 0,14 persen. Sementara minyak mentah jenis Brent Crude di posisi 41,44 dolar AS per barel, melemah 0,24 persen.
Lukman Leong juga mengatakan bahwa salah satu penahan laju rupiah lebih tinggi yakni komentar pejabat bank sentral AS (The Fed) yang bernada hawkish terhadap laju inflasi yang berpotensi menyentuh target ke level 2 persen.
"Sentimen itu akan mendukung kenaikan suku bunga The Fed pada pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) bulan April," katanya.
Sementara dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Selasa (22/3) rupiah bergerak melemah menjadi 13.175 per dolar AS dibandingkan hari sebelumnya (21/3) 13.160.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016