Jakarta (ANTARA News) - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) diminta menekankan segi pencegahan dalam upayanya menanggulangi terorisme yang mengatasnamakan agama di Tanah Air.
"Mencegah jelas lebih baik untuk menanggulangi terorisme yang berkedok agama, dibandingkan harus menyembuhkan," kata Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdatul Ulama KH Zakky Mubarak di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan tokoh agama dan tokoh masyarakat harus saling bekerja sama untuk menangkal paham radikal dan terorisme. Selain itu juga melakukan pencegahan dari dalam umat beragama sehingga benih-benih itu tidak timbul.
Menurut dia, dari sisi agama ada beberapa langkah yang dapat menangkal propaganda radikalisme terorisme, antara lain dengan meluruskan pemahaman ajaran agama dan menghindari kekeliruan yang sering terjadi.
"Apabila ada orang atau kelompok yang terjangkit paham radikal, hendaknya dilakukan pendekatan keagamaan secara simpatik, sehingga dapat menyadarkan kelompok ini. Perlu juga diadakan ceramah dan diskusi-diskusi yang simpatik dengan kelompok-kelompok yang terkontaminasi oleh kelompok radikal," kata dia.
Menurut Zakky, kelompok radikal salah dalam memahami agama. Penyebabnya sebagian karena pemahaman agama yang sempit dan dangkal dan sebagian lainnya karena menggunakan agama untuk kepentingan pribadi, kelompok, dan politik.
"Dengan mengatasnamakan agama, mereka meyakini akan dapat mempengaruhi banyak orang, sehingga ambisinya terwujud. Mencegahnya adalah dengan jalan memberikan pemahaman agama secara utuh, integral dan komprehensif sehingga ajaran agama tidak dipahami secara parsial yang mengakibatkan terjadi kesalahpahaman," tuturnya.
Langkah berikutnya adalah memberikan informasi kepada umat beragama agar tidak mudah diprovokasi oleh kelompok radikal sehingga rencana mereka akan gagal.
Selain itu, kata Zakky, para penganut agama harus menyadari bahwa NKRI adalah merupakan bagian dari kehidupan beragama, karena itu wajib dipertahankan dengan sungguh-sungguh.
"Dengan demikian, kehidupan bermasyarakat, beragama, berbangsa, dan bernegara akan menjadi tenang, dan kekacauan akan dapat dihindari dengan baik," kata Zakky.
Pendapat serupa diungkapkan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Prof Dr Dede Rosyada MA. Menurutnya ancaman paham radikal dan ISIS sangat memungkinkan masuk ke Indonesia, karena Indonesia menghargai demokrasi dan Hak Asasi Manusia (HAM).
Oleh karena itu, kata Dede, pencegahannya harus benar-benar masif. Namun, lanjutnya, paham radikal terorisme tidak bisa diselesaikan dengan cara kekerasan seperti yang dulu digunakan pemerintah Orde Baru.
"Sekarang pemerintah dan negara harus hadir melindungi rakyatnya dari ancaman-ancaman yang ditimbulkan dari gerakan tersebut terutama dengan memperkuat ideologi bangsa dan ekonomi rakyat," katanya.
Menurut Dede, ketika masih dalam urusan agama, radikal itu masih bisa didiskusikan di mushola atau masjid. Tetapi bila sudah keluar dari masalah agama dan masuk ke masalah sosial dan politik, serta melibatkan banyak orang, maka radikalisme harus dicegah dan diantisipasi.
Sebelumnya, Kepala BNPT M Tito Karnavian usai dilantik oleh Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidena, Rabu (16/3) menyatakan fokus utama BNPT adalah program pencegahan yang melibatkan beberapa pemangku kepentingan baik pemerintah maupun nonpemerintah.
Program kedua adalah rehabilitasi dan deradikalisasi yang menyasar para pelaku terorisme, baik yang masih mendekam di dalam lembaga pemasyarakatan (Lapas) maupun yang sudah selesai menjalani masa hukuman.
Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016