Bandarlampung (ANTARA News) - Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) peduli pada persoalan bangsa, terutama untuk menuntaskan agenda reformasi dan memperkuat demokratisasi, termasuk mengundang para ahli guna membahas wacana amandemen UUD 1945, kata Gubernur Lemhannas, Prof DR Muladi SH, di Bandarlampung, Selasa.Menurut Muladi kepada wartawan dalam pertemuan terbatas di Harian Umum Lampung Post, Lemhanas dijadualkan segera menggelar seminar permulaan pada Rabu (7/3) dengan mengundang sejumlah ahli guna membahas wacana amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.Mantan Menteri Sekretaris Negara itu mengatakan, belum dapat berkomentar banyak terkait wacana yang berkembang tentang perlu tidaknya amandemen ke-5 terhadap UUD 1945 tersebut.Namun, mantan Menteri Kehakiman tersebut mengemukakan, sekarang ini terdapat beberapa kubu yang berbeda menyikapi wacana itu, diantaranya yang setuju untuk mengamandemen kembali UUD 1945 agar dapat menyempurnakannya lagi, tapi ada pula yang tidak setuju."Adapula yang cenderung asal ngomong sekenanya saja," ujar Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) Semarang itu.Ia menyebutkan, perbedaan mendasar pada wacana itu adalah apakah akan melakukan amandemen kembali UUD 1945 sekarang atau ditunda pada waktu yang akan datang.Selain itu, Muladi menegaskan bahwa agenda reformasi mesti segera dituntaskan untuk mendorong terus proses demokratisasi.Seraya mengutip pendapat Presiden RI periode 1998-1999, BJ Habibie, ia menyatakan bahwa penuntasan agenda reformasi itu merupakan salah satu prasyarat yang diantaranya mengharuskan adanya penuntasan pula pada amandemen konstitusi RI. Syarat lain, katanya, adalah penerapan pemerintahan yang baik (good governance), yaitu pemerintahan yang akuntabel dan transparan, bersih dan bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang menjamin partisipasi publik di dalamnya. Muladi menyebutkan pula, keharusan segala langkah pemerintah dapat diprediksikan dan sejalan dengan rasionalitas logika yang ada. Persoalan lain yang perlu segera dituntaskan oleh bangsa Indonesia, menurut dia, adalah penataan peran dan fungsi militer dalam kehidupan demokrasi secara tepat, dukungan penguatan masyarakat sipil (civil society) dengan pers yang bebas, masyarakat yang leluasa berorganisasi maupun berhimpun, serta hukum yang tegak. Dia mengingatkan pula bahwa dalam prinsip penegakan hukum yang mendukung demokratisasi itu hendaknya pemerintah harus tunduk kepada aturan hukum yang berlaku sesuai dengan harapan dan tuntutan publik. "Kekuasaan kehakiman juga harus merdeka agar tidak menimbulkan kondisi hukum yang carut marut," ujar Muladi.Ia mengemukakan, merasa malu membandingkan dengan beberapa negara lain di ASEAN dalam hal penegakan supremasi hukum yang masih carut marut itu. Oleh karena itu, dia mengharapkan, bangsa Indonesia dapat menatap masa depan dengan menuntaskan berbagai masalah krusial yang mendasar dan besar di masa lalu sesuai dengan aturan hukum yang berlaku tanpa dicampuri intervensi politik oleh penguasa atau alat kekuasaannya. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007