Beliau sudah bilang ke saya: `dinda, kalau saya dilantik jadi Kepala BNPT, nanti kita sama-sama lagi di Poso ya,`
Palu (ANTARA News) -Dua orang pejabat penting di tingkat pusat dan daerah terkait penanganan terorisme di Poso, Sulawesi Tengah, dilantik dalam waktu yang hampir bersamaan.
Brigjen Polisi Rudy Sufahriadi dilantik sebagai Kapolda Sulawesi Tengah pada Selasa (15/3) dan sehari kemudian Irjen Polisi Tito Karnavian dilantik sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Rudy Sufahriadi pernah menjadi Direktur Pembinaan Kemampuan BNPT.
Pernyataan awal Tito dan Rudy setelah dilantik mirip, terkait komitmen untuk menangkap pentolan terorisme yang paling diburu polisi dan tentara Indonesia dewasa ini yakni Santoso.
"Saya akan pimpin langsung operasi perburuan Santoso. Saya akan berkantor di Poso," kata Rudy, alumnus Akademi Kepolisian 1988 itu kepada wartawan usai dilantik Kapolri di Jakarta.
Tiba di Palu, Rudy langsung menarik ke Palu Wakapolda Sulteng Kombes Leo Bona Lubis yang ditugaskan memimpin Operasi Tinombala dan berkantor di Poso sejak Januari 2016.
"Saya yang akan berkantor di Poso dan memimpin langsung Operasi Tinombala, sedang pak Waka (Wakapolda) berkantor di Palu," ujarnya.
Pernyataan yang mirip dikemukakan Tito Karnavian yang naik pangkat menjadi jenderal polisi bintang tiga usai dilantik menjadi Kepala BNPT oleh Presiden di Istana Kepresidenan.
"Saya akan fokus jangka pendek mengenai Poso," kata lulusan Akpol 1987 ini.
"Operasi Tinombala sedang berjalan. Polri didukung TNI. Saya juga jadi fokus utama untuk itu karena saya 1,5 tahun di sana (Poso) dan saya malah sudah buat buku 500 halaman," kata mantan Kepala Densus 88 Polri dan Kapolda Papua itu.
Ketika menggelar silaturahmi perdana dengan jajaran pers di Mapolda Sulteng di Palu, Rabu, Rudy Sufahriadi yang pernah menjabat Kapolres Poso 2005-2007 itu tampak sangat sukacita ketika diminta komentarnya mengenai pelantikan Tito Karnavian sebagai Kepala BNPT.
"Saya yakin kehadiran pak Tito di BNPT akan sangat membantu penangkapan Santoso dan juga program deradikalisasi di Kabupaten Poso," katanya.
Rudy yang digelari pula sebagai pakar teroris Poso itu mengaku sudah melakukan kontak dengan Irjen Pol Tito Karnavian sebelum pelantikannya.
"Beliau sudah bilang ke saya: dinda, kalau saya dilantik jadi Kepala BNPT, nanti kita sama-sama lagi di Poso ya," ucap Rudy menirukan ucapan Tito Karnavian.
Karena itu, lelaki kelahiran Cimahi 1965 itu mengaku sangat berharap Kepala BNPT baru ini segera berkunjung ke Poso.
Usia yang sebaya (Rudy kelahiran 1965 dan Tito 1964) serta alumnus Akpol yang berbeda setahun (Rudy 1988 dan Tito 1987), akan merupakan semangat baru dalam memburu Santoso dan sekitar 40 pengikutnya di belantara hutan Kabupaten Poso.
Berbagai pihak di Sulawesi Tengah berharap pemimpin Mujahiddin Indonesia Timur yang telah membaiat dirinya dengan ISIS itu segera bisa diringkus aparat.
Menurut Rudy, ada dua hal penting terkait penanggulangan terorisme di Poso yakni menangkap Santoso serta program deradikalisasi.
"Sebelum kita lebih gencar melakukan program deradikalisasi, Santoso selaku pemimpin penyebaran ajaran radikal itu harus ditangkap dulu," ujarnya.
Rudy nyaris menjadi korban terorisme anak buah Santoso saat menjadi Kapolres Poso pada 2005.
Ketika ia baru saja menunaikan salat subuh berjamaah di Mapolres Poso, lewat dua orang menggunakan sepeda motor dan melepaskan tembakan ke arahnya namun tidak mengenai sasaran.
Pada acara silaturahmi dengan pers di Palu, Rudy sempat memperlihatkan foto Yono Sayur alias Hiban, pelaku teror yang mengemudikan sepeda motor itu dan membonceng temannya Enal Tau yang melepaskan tembakan ke dirinya.
"Yono Sayur ini yang bawa sepeda motor, dan Enal Tau yang menembak saya. Enal Tau sudah tewas tertembak di Aceh beberapa tahun lalu sedangkan Yono Sayur masih bersama Santoso di hutan-hutan Kabupaten Poso," ujarnya.
Sementara itu Kepala BNPT Tito Karnavian yang perlu dilakukan di Poso saat ini adalah mempertajam posisi Brimob dan TNI yang sedang menggelar Operasi Tinombala untuk memutus pasokan logistik dan informasi dari kawasan perkotaan.
"Itu tugas teman-teman intelijen dan BNPT karena Poso itu spesifik. Itu daerah pascakonflik. Saya paham betul situasi kebatinan di sana. Perlu ada pendekatan dengan berbagai cara termasuk pendekatan ekonomi dan masalah lapangan pekerjaan," katanya.
Polda Sulawesi Tengah yang didukung pemerintah pusat, sejak 10 Januari 2016, menggelar Operasi Tinombala dengan kekuatan sekitar 2.500 personel Polri dan TNI untuk memburu Santoso dan para pengikutnya.
Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan saat berkunjung ke Poso 10 Maret 2016 telah menetapkan Operasi Tinombala ini diperpanjang enam bulan lagi, terhitung 10 Maret 2016.
Oleh Rolex Malaha
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016