Jakarta (ANTARA News) - Sebagian wilayah Indonesia berada di patahan aktif gempa, sehingga memerlukan banyak peralatan sensor Elektro-Magnetik (EM) yang dapat melaporkan secara seketika
(Real Time Magnetometer)) yang dapat memprediksi beberapa minggu sebelum kejadian.
"Anomali gelombang elektromagnetik ini muncul tiga minggu sampai satu bulan sebelum gempa, khususnya untuk gempa berkekuatan besar di atas 6 hingga 7 Skala Ritcher (SR)," kata pakar Geologi, Dr Djedi Widarto, yang dihubungi dari Jakarta, Selasa.
Wilayah-wilayah Indonesia yang perlu dipasangi magnetometer, menurut dia, antara lain Sumatera dari mulai Aceh hingga Lampung, Sulawesi bagian utara, Maluku bagian utara, Irian Jaya khususnya bagian Kepala Burung, sedangkan di Jawa cukup di Selat Sunda dan Yogyakarta, dan Bali.
Sejauh ini Jepang dan Taiwan yang rawan gempa dan memiliki banyak peralatan sensor elektromagnetik telah membuktikan bahwa gempa-gempa besar sebenarnya didahului oleh anomali medan elektromagnetik, ujarnya.
"Soal mengapa didahului gelombang EM masih harus dikaji lebih mendalam, namun perlu diketahui bahwa gempa terjadi akibat aktivitas atau pergerakan di kerak bumi," katanya.
Menurut dia, gempa Aceh pada Desember 2004 juga didahului dengan anomali gelombang elektromagnetik, namun data di alat sensor itu baru diambil dan dilihat sesudah kejadian.
"Seharusnya, kita memiliki peralatan sensor EM yang pengiriman datanya bersifat seketika (riil time) sehingga data anomali itu bisa langsung terlihat di layar kita di sini," katanya.
Tetapi, katanya, magnetometer nilainya mahal atau mencapai sekira Rp1 miliar, sehingga pemilihan lokasi penempatannya harus berskala prioritas, misalnya di Lampung dilebihdahulukan, katanya.
Selama ini, Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) sudah memiliki peralatan magnetometer sesedikit-dikitnya di enam stasiun, antara lain di Medan dan Kupang, tetapi yang dimiliki BMG tidak dioperasikan untuk memprediksi gempa secara seketika.
Selain alat BMG tidak bersifat "real time", menurut dia, prediksi gempa menggunakan gelombang EM masih merupakan hal baru dan belum dipercaya sebagai bagian ilmu meteorologi dan geofisika
Cara meramal gempa lainnya, lanjut dia, juga bisa melalui satelit GPS (global Positioning System/GPS) dan bisa diketahui bahkan lima hari sebelum kejadian.
"Jepang dan Taiwan melihat hal sama dari receiver di darat hasil rekaman satelit bahwa beberapa hari sebelum terjadi gempa Aceh terbukti terjadi penurunan jumlah elektron di ionosfer pada ketinggian 325 km," katanya menambahkan. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007