Jakarta (ANTARA News) - Indonesia kini tengah mempersiapkan penjara baru dengan fasilitas paling canggih untuk menghukum para terpidana dan terorisme sekaligus menutup akses mereka untuk menggunakan alat-alat modern seperti telepon seluler dan internet. "Pagi ini (6/3) saya bertemu Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaludin. Kami berdiskusi tentang berbagai hal terkait terorisme dan terkait hal itu akan dibuka penjara baru," kata Menlu Alexander Downer dalam konferensi pers usai penutupan Konferensi Tingkat Menteri Sub Regional Anti Terorisme, di Jakarta, Selasa. Downer mengatakan dalam pertemuan tersebut, Hamid meyakinkan dirinya bahwa di penjara yang baru para terpidana tidak akan mendapat akses untuk menggunakan alat-alat komunikasi modern seperti telepon seluler dan internet. "Kami bersama-sama sudah saling memahami sebagaimana ia menyampaikan bahwa Indonesia sangat menaruh perhatian pada bagaimana terorisme menggalang jaringan dan komunikasi selama ini terhadap media dan organisasi lain," ujarnya. Downer sendiri mengaku terkesan dan senang dengan langkah yang ditempuh pemerintah Indonesia dalam memerangi terorisme tersebut. "Saya sangat terkesan tetapi saya tidak bisa menjelaskan lebih jauh bagaimana dan seperti apa itu nantinya, yang jelas sekarang sedang dibangun di salah satu tempat di pesisir Pulau Jawa, saya tidak tahu tepatnya di mana," lanjutnya lagi. Downer menambahkan, penjara itu diperkirakan dapat menampung sekitar 400-500 orang. Sementara itu, Menlu Hassan Wirajuda yang juga hadir dalam konferensi pers itu mengungkapkan di dalam penjara memang diberlakukan aturan bahwa narapidana tidak mendapat telepon seluler dan internet. "Ya memang, kami juga pernah menemukan, kadang-kadang ada tahanan yang mendapat atau memiliki akses internet dan telepon seluler, tetapi karena itu melanggar aturan maka kami sering melaksanakan razia dan alat komunikasi itu disita," kata Hassan. Ketika menyinggung soal pembangunan penjara baru bagi para teroris, Hassan tidak memberi penjelasan lebih rinci. "Tampaknya Downer mendengar mengenai hal itu dari Menkumham, sebaiknya tanya beliau (Hamid, red) saja," demikian Hassan. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007