Jakarta (ANTARA News) - Dewan Pers berencana akan mengumpulkan sejumlah asosiasi pers dan wartawan untuk membahas patokan standar gaji dan kompetensi wartawan, terkait dengan rencana revisi UU Pers Nomor 40 tahun 1999 dengan penekanan pada aturan permodalan minimal perusahan pers.
"Dalam waktu dekat kami akan mengumpulkan asosiasi pers untuk merumuskan besar kecilnya standar gaji wartawan," kata Wakil Ketua Dewan Pers, Sabam Leo Batubara, di Jakarta, Selasa.
Leo Batubara menjelaskan sejumlah asosiasi pers yang dikumpulkan di antaranya Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan sejumlah pemilik koran besar dan kecil.
"Upaya itu untuk melahirkan standar gaji dari bawah (insan pers, red). Hasil dari pertemuan itu, akan menjadi aturan main," kata Leo, tanpa menyebutkan waktu pasti pertemuan asosiasi itu.
Pertemuan di tingkat bawah, yakni masyarakat pers, lanjut Leo, untuk mengantisipasi adanya monopoli para konglomerat.
"Jangan sampai kemerdekaan pers dibunuh dengan dikuasai oleh para konglomerat, seperti di televisi Jakarta saat ini," katanya.
Lebih jauh, Leo Batubara menyebutkan, standar asosiasi wartawan antara lain adalah memiliki cabang di 10 provinsi dan beranggotakan 500 wartawan yang memiliki karya jurnalistik yang terbit secara teratur.
Oleh karena itu, asosiasi wartawan tidak hanya sekadar memiliki nama atau bendera.
Sementara itu, dari sekitar 829 media cetak yang sehat secara bisnis, hanya 30 persen dengan pemasukan iklan 70 persen dan sisanya tidak sehat bisnis.
Leo berpendapat jika, dengan kondisi 70 persen dari 829 media cetak yang tidak sehat, kemudian diberlakukan revisi UU Nomor 40 tahun 1999, maka dimungkinkan sebagian media cetak tidak akan dapat terbit kembali.
Leo juga berpendapat seharusnya pemerintah tidak membahas masalah permodalan minimal perusahaan pers, karena hal itu yang lebih berwenang adalah masyarakat pers seperti halnya dalam merumuskan kode etik wartawan. (*)
Copyright © ANTARA 2007