Jakarta (ANTARA News) - Pengamat pasar modal mengungkapkan bahwa penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia, BI-rate, sebesar 25 basis poin menjadi 9 persen sudah maksimal. "Penurunan tersebut sudah maksimal, karena selisih inflasi dan suku bunga sebaiknya 2 persen, dimana inflasi Februari sebesar 6,26 persen," kata pengamat dari PT Paramitra Alfa Sekuritas, Rifki I. Hasan, kepada ANTARA di Jakarta, Selasa. Sebenarnya dia berharap BI-rate dipertahankan di 9,25 persen untuk mencegah kejadian luar biasa, seperti bencana alam, yang dapat menyebabkan inflasi terus melonjak. Namun, lanjut Rifki, penurunan BI-rate ini tidak akan berpengaruh banyak kepada pertumbuhan ekonomi apabila sektor perbankan tidak mengikutinya dengan menurunkan suku bunga kredit. "BI-rate diturunkan berapapun tanpa diikuti penurunan suku bunga kredit tak akan berpengaruh pada pertumbuhan perekonomian," jelasnya. Dia mengungkapkan bahwa BI telah menurunkan BI-rate sejak pertengahan tahun lalu dari 12,75 persen hingga kisaran 9 persen, namun sektor riil hingga saat ini belum menunjukkan pergerakan. Bahkan PDB (Produk Domestik Bruto) 2006 menunjukkan penurunan 0,1 persen menjadi 5,5 persen. "Memang penurunan ini lebih banyak disebabkan oleh banyaknya bencana, sehingga kegiatan pembangunan lebih banyak membangun kembali infrastruktur yang rusak," ungkapnya. Rifki berharap penurunan BI-rate ini akan diikuti oleh turunnya suku bunga kredit, sehingga sektor riil bergerak dan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. (*)

Copyright © ANTARA 2007