Alasannya adalah, satu terkait dengan customer service atau pelayanan, yang kedua consumer protection dan yang ketiga adalah tentang hukum dan perpajakan,"Jakarta (ANTARA News) - Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menjelaskan alasan pemerintah menerbitkan aturan terkait penyedia layanan berbasis internet (over the top/OTT) pada akhir Maret 2016.
"Alasannya adalah, satu terkait dengan customer service atau pelayanan, yang kedua consumer protection dan yang ketiga adalah tentang hukum dan perpajakan," kata Rudiantara ketika ditemui di Gedung Kemkominfo, Jakarta Pusat, Senin.
Rudi menjelaskan lebih lanjut, hal tersebut untuk menyeimbangkan antara kebijakan aturan OTT Nasional dan OTT Internasional.
"OTT Nasional saja bayar pajak, masak OTT Internasional tidak," katanya.
Sebelumnya, ia mengatakan aturan tersebut akan mewajibkan OTT asing untuk berbentuk badan usaha tetap (permanent esthablisment) di Indonesia.
Badan usaha tetap tersebut bisa berupa pendirian langsung perusahaan di Indonesia, patungan dengan perusahaan lokal maupun kerja sama dengan operator.
Dengan demikian, menurut dia, nantinya OTT di Indonesia memiliki kejelasan identitas dan kepastian hukum sehingga dapat memenuhi hak dan kewajibannya.
Adanya badan hukum tetap, menurut dia, akan membuat pelanggan maupun pekerja dapat berurusan dengan perusahaan, dan ada yang bertanggung jawab.
Selain itu, pemerintah dan masyaraakt Indonesia juga tidak dirugikan, karena dengan adanya badan usaha tetap tersebut, maka OTT memiliki kewajiban membayar pajak. Di sisi lain, dengan Badan Usaha tetap juga akan membuat persaingan yang sejajar dengan OTT di Indonesia.
Sementara itu, menurut dia, terkait sektor usaha, masing-masing OTT akan diatur kementerian terkait. "Kita harus punya koridor policy, inilah yang dibuat Kominfo, nanti dengan masa transisi berapa lama, kemudian bagaimana mengisi koridor tersebut tergantung kepada sektor," katanya.
Ia mencontohkan misalnya netflix, maka untuk konten filmnya ada di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Begitu pula misalnya untuk layanan transportasi berbasis internet seperti uber dan grab, maka untuk bisnisnya ada di Kementerian Perhubungan.
Ia menambahkan, upaya untuk membuat peraturan terkait OTT tersebut, untuk menghindari terjadinya kejutan yang tidak produktif. Ia mencontohkan upaya Pemerintah Perancis yang menagih pajak kepada Google sebesar Rp23 triliun.
"Ini kan bikin terkaget-kaget. Kita ini bangsa yang friendly (ramah) terhadap investasi, kita ini harus menjadi Indonesia yang kompetitif tetapi juga harus memproteksi kepentingan masyarakat Indonesia," katanya.
Pewarta: Afut Syafril
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016