Saya yakin Tim Penilai Akhir memilih dengan alasan-alasan bahwa yang bersangkutan mampu menjalankan tugasnya. Saya sendiri tidak berkuasa atas penetapannya,"Jakarta (ANTARA News) - Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla memberikan ruang yang luas bagi perempuan Indonesia berprestasi untuk menjadi pemimpin atau berada pada tingkat pimpinan di berbagai kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian.
Daftar pejabat penyelenggara negara dari kaum hawa bertambah panjang dengan tampilnya dua srikandi di Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, yakni R Niken Widiastuti dan Farida Dwi Cahyarini.
Niken dan Farida, masing-masing dilantik sebagai Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik dan Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika oleh Menteri Komunikasi dan Informatika RI Rudiantara.
Mereka merupakan orang karir di pemerintahan dan memiliki pengalaman matang di bidangnya masing-masing. Hal yang patut membanggakan adalah mereka menduduki jabatan pada jajaran pimpinan di kementerian melalui proses seleksi yang ketat.
"Saya yakin Tim Penilai Akhir memilih dengan alasan-alasan bahwa yang bersangkutan mampu menjalankan tugasnya. Saya sendiri tidak berkuasa atas penetapannya," kata Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara saat memberikan ucapan selamat kepada Niken dan Farida.
Nama Niken sudah tak asing di dunia radio siaran. Wanita kelahiran Yogyakarta 30 Oktober 1960 ini memang pernah menjabat Direktur Utama Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia dan menjadi wanita pertama yang menjadi pemimpin radio kebanggaan nasional itu.
Istri W. Priyosembodo dan ibu dari tiga anak putra dan putri itu merupakan alumni S-1 Jurusan Sosiatri Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada tahun 1984 dan S-2 Jurusan Sosiologi Komunikasi Fisipol UGM pada tahun 2004.
Niken bisa disebut sebagai wanita penyiar radio sejati. Karirnya pertama kali sebagai penyiar RRI di Yogyakarta pada tahun 1982 atau dua tahun sebelum menyelesaikan program S-1 dari Fisipol UGM.
Alih-alih dia datang ke RRI untuk menjadi peserta lomba menyanyi malah menjadi penyiar RRI.
Hidupnya sehari-hari tak pernah jauh dari siaran RRI. Dia menyapa seluruh pendengar dan bertekad sebagaimana misi RRI "Sekali di udara tetap di udara".
Pekerjaannya di RRI Yogyakarta dia lalui hingga 2005 sebelum kemudian pindah ke Jakarta. Kegigihannya dalam bekerja membuat dia dipercaya sebagai Direktur Program dan Produksi.
Walaupun terpisah dari keluarga di Yogyakarta, Niken mendapat dukungan penuh dari keluarga untuk berkarir di RRI.
Lima tahun di Jakarta membuat Niken mencapai jabatan Direktur Utama RRI sejak 2010.
Dia dikenal sebagai wanita yang banyak membuat terobosan program di RRI hingga ke daerah-daerah 3T (terluar, terdepan, dan tertinggal). Siaran RRI yang menjaga ke seantero negeri membuat suara Niken mudah dikenali melalui siaran-siaran yang digawanginya.
Dengan pengalaman lebih dari tiga dasawarsa di radio, membuat Niken yakin dapat menjalankan tugas sebagai Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (Dirjen IKP) dengan baik.
Niken siap menerima tantangan dari Menteri Rudiantara yang mengharapakan terobosan-terobosan dari pejabat yang baru dilantik.
Menurut dia, terobosan yang harus dilakukan adalah penguatan tim humas pemerintah, kemudian membangun komunitas yang ada di Indonesia.
"Pada waktu yang lalu kita memiliki kelompok pendengar, ke depan kita akan membentuk kelompok, baik di tingkat desa, maupun kota yang disesuaikan dengan masyarakat yang kini telah berkomunikiasi melalui media internet, daring, dan lainnya," kata Niken.
Menurut dia, semua kementerian dan pemerintah harus siap memberikan klarifikasi jika terjadi simpang siur informasi.
"Banyak hal yang berkaitan dengan pemerintah kurang ditanggapi, sehingga informasi yang beredar di masyarakat begitu tidak terkontrol," kata mantan Direktur Utama RRI tersebut.
Dia juga mengharapkan media publik, seperti TVRI, RRI, juga Kantor Berita Antara dapat sejalan dengan Nawa Cita, sesuai visi dan misi Presiden Joko Widodo.
"Harapan saya tentuanya media publik TVRI, RRI, Antara terus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan informasi dan menyampaikan aspirasi, melalui Kemenkominfo inilah kami harapkan bisa menjembatani hak masyarakat terhadap pemerintah," kata dia.
Dia juga berharap media publik terus dapat meningkatkan kualitas dan kuantitasnya, serta terobosan-terobosan untuk menyuarakan kebijakan Presiden yaitu membangun dari perbatasan.
Dra. Farida Dwi Cahyarini, MM, juga dikenal sebagai pejabat karir di Kementerian Kominfo.
Perempuan alumni Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta dan menjadi salah satu dari 100 alumni UNS berprestasi tahun 2013 ini meniti karir di kementerian yang dahulu bernama Departemen Penerangan ini.
Sebelum menjabat Sekretaris Jenderal Kementerian Kominfo, Farida menjabat Kepala Biro Perencanaan sejak 20 Mei 2014.
Sebelum menjabat Kepala Biro Perencanaan, Farida menjabat Sekretaris Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika selaku Pelaksana Harian Direktur Pengendalian di Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika sejak 19 September 2012.
Rudiantara mengharapkan Farida Dwi Cahyarini sebagai Sekjen Kominfo untuk fokus terhadap pengelolaan maksimal APBN.
"Bagaimana menyiapkan APBN dan bagaimana mengeksekusi APBN, itu yang penting, karena pertumbuhan ekonomi bergantung pada penyerapan APBN, kontrak harus segera dikedepankan, tender sesegera mungkin, tapi pembayaran sesudah kontrak," kata Rudiantara.
Target 2018 Kemkominfo harus berubah jauh dari yang sudah dilihat masyarakat pada saat ini, artinya menjadi lebih baik.
Farida Dwi Cahyarini mengatakan sudah ada target jangka pendek seusai dilantik. Yang pertama adalah percepatan target-target Kementerian Kominfo, seperti laporan keuangan yang dibuat wajar tanpa pengecualian.
Kemudian, kurva penyerapan APBN harus stabil dan efektif. Ia juga mengaku program pembangunan dari yang sudah dicanangkan harus jalan.
"1.000 entepreneur akan ditargetkan secepatnya yang terkait dengan komunikasi dan informatika," katanya.
Oleh Budi Setiawanto
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016