Eka bertutur bahwa novel tersebut awalnya berangkat dari keinginan menulis novel bertema religi, namun sempat terhenti proses penulisannya sebelum "diselamatkan" oleh sirkus hiburan jalanan, topeng monyet.
Topeng monyet, merupakan salah satu hiburan yang digemari oleh Kidung Kinanti Kurniawan, putri semata wayang Eka dengan sang istri, Ratih Kumala yang juga berprofesi sebagai penulis.
"Saat topeng monyet belum dilarang di Jakarta, Kinan kerap ingin berlama-lama melihat di jalan. Dari topeng monyet itu saya melihat monyet kerap bertingkah polah meniru manusia, dari situ inspirasi datang," kata Eka.
"Dalam perkembangannya, ternyata ada pencerahan untuk mengawinkan kisah terinspirasi topeng monyet itu dengan draf lama yang sempat terbengkalai," ujarnya menambahkan.
Kisah tentang monyet termasuk, O, nama seekor monyet yang dijadikan judul novelnya itu, kata Eka, justru baru muncul belakangan dalam kurun waktu tiga tahun terakhir.
"O" merupakan sebuah novel yang memiliki banyak lapisan cerita, dengan ringkasan pendek di sampul belakangnya sebagai "kisah tentang seekor monyet yang ingin menikah dengan Kaisar Dangdut".
Eka menyebut "O" sebagai sebuah fabel, yang tidak diperuntukkan untuk anak kecil melainkan pembaca dewasa.
"O" adalah novel keempat Eka setelah "Cinta Itu Luka" (2002), "Lelaki Harimau" (2004) dan "Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas" (2014).
Pewarta: Gilang Galiartha
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016