Batam (ANTARA News) - Badan Pemeriksa Keuangan RI meminta pemerintah daerah memperhatikan tiga hal utama yang biasa menjadi sandungan dalam laporan keuangan Pemda untuk memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian.
"Umumnya ada tiga hal yang menyebabkan tidak mendapat WTP, yaitu masalah aset, bantuan soal dan Surat Perintah Perjalanan Dinas," kata Ketua BPK RI Harry Azhar Azis di Batam Kepulauan Riau, Minggu.
Masalah terbesar yang biasanya menyandung laporan keuangan daerah adalah aset daerah, kemudian diikuti Bansos dan SPPD.
Temuan Bansos, biasanya berupa penyaluran uang tidak sesuai dengan yang dianggarkan. Misalnya dalam laporan tertulis Bansos diserahkan Rp100 juta, namun ketika BPK menelusuri, penerima bantuan hanya mendapatkan Rp70 juta.
Kepada BPK, penerima bantuan mengaku terpaksa menerima bantuan tidak sesuai dengan kwitansi tertulis, karena di bawah tekanan pejabat tertentu.
Sedangkan temuan SPPD, menurut Harry sekarang jumlahnya sudah berkurang dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Jika sebelumnya BPK menemukan banyak perjalanan dinas fiktif, maka sekarang sudah lebih tertib.
"Sekarang SPPD sudah lebih OK," kata dia.
Sebelumnya, BPK menemukan SPPD dilakukan oleh joki. Pejabat Pemda mempergunakan SPPD, namun tidak melakukan perjalanan, melainkan diwakilkan oleh staf.
Ia menegaskan, bila masih ada PNS yang melakukan SPPD fiktif, maka BPK bisa mengkategorikannya sebagai ada niat jahat.
"Kalau ada niat jahat ada perkara hukum. Kalau SPPD, walau uangnya dikembalikan, maka tidak akan menyelesaikan kasus," kata dia.
Dalam kesempatan itu, Harry mengapresiasi beberapa Pemda yang melakukan program "Jumat Bersih", dengan menyegerakan pembukuan transaksi.
Menurut dia, hal itu dapat mempermudah kinerja aparat dalam pembukuan, sekaligus meminimalkan kesalahan, karena banyak SKPD yang lamban dalam menyampaikan laporan.
Pewarta: Jannatun Naim
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016