Jakarta (ANTARA News) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengajak pemerintah mengefektifkan sistem keadilan domestik dalam menyikapi sejumlah kasus dugaan pelanggaran HAM, seperti kasus penghilangan 13 aktivis pada 1997-1998. Ajakan itu disampaikan Komisioner Hak Sipil Politik Komnas HAM, Eny Suprapto, dalam Rapat Kerja Komisi III dengan Kejaksaan Agung dan Komnas HAM di Jakarta, Senin. Menurut pria bergelar profesor itu, selama empat tahun belakangan ini pihaknya berdebat dengan pemerintah dalam menyikapi penanganan kasus-kasus dugaan pelanggaran berat dan sempat terbetik wacana untuk membawa kasus pelanggaran HAM yang tidak terselesaikan ke forum internasional. Sebelumnya, Ketua Komnas HAM Abdul Hakim Garuda Nusantara mengatakan internasionalisasi kasus pelanggaran HAM dapat terjadi sebagaimana tercantum dalam pasal 7 UU No.39/1999 tentang HAM. Pasal tersebut mengatur mengenai pihak-pihak yang merasa tidak terpenuhi dalam pencarian keadilan dalam sistem domestik dapat mengupayakan hal itu ke fora internasional yang lebih luas dan tidak hanya merujuk pada pengadilan. "Bisa ke fora internasional bila sistem keadilan domestik tidak cukup efektif dan adequate," kata Abdul Hakim. Namun, menurut dia, pemerintah terkait dapat saja menolak upaya tersebut dengan argumen sistem keadilan domestik belum dituntaskan. "Kalau selama bertahun-tahun berdebat, bisa dikatakan sistem 'remedy domestic' kita tidak cukup dan bisa dijadikan alasan membawa ke internasional," ujar Ketua Komnas HAM. Eny Suprapto menjelaskan, fora internasional yang menjadi sasaran pencari keadilan itu dapat berupa organisasi multilateral atau negara tertentu. "Pihak keluarga bisa ke Bank Dunia misalnya, atau Dewan Keamanan PBB, yang punya hak itu korban atau keluarganya," kata Eny. Menanggapi hal tersebut, Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh mengatakan, pihaknya menilai masalah itu tidak dapat diusung ke fora internasional karena saat ini masih dalam lingkup diskusi Kejaksaan dengan Komnas HAM. "Sudah jelas tidak bisa ke fora internasional karena kita belum tempuh semua upaya hukum," kata Jaksa Agung.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007