Nilai kontrak yang disebut Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat, dikutip di Jakarta, Jumat, dari Washington, adalah 95 juta dolar Amerika Serikat.
Dengan begitu, harga unit peluru kendali AIM-120C-7 AMRAAM itu ditambah berbagai hal ikutan menjadi 2,38 juta dolar Amerika Serikat perunit. Sementara beberapa sumber menyatakan, harga asli unitnya saja di kisaran 400.000 dolar Amerika Serikat.
Peluru kendali AIM-120C-7 AMRAAM tergolong peluru kendali canggih sehingga pilot pesawat tempur bisa bertempur di udara secara di luar jangkauan penglihatan.
Diklasifikasikan sebagai peluru kendali beyond visual range air-to-air missile (BVRAAM), peludu kendali ini menjadi “standar” persenjataan udara pesawat tempur, bersandar pada panduan radar transmit-receive ketimbang tipe semi aktif transmit-receive.
Bermula dari seniornya, AIM-7 Sparrow yang dipesan Angkatan Laut Amerika Serikat pada dasawarsa ’50-an, konsep peperangan udara di luar jangkauan pandangan mata mulai diperkenalkan. Mulai saat itulah doktrin pertempuran baru di udara diperkenalkan, first see first kill, didukung sistem avionika yang lebih canggih sehingga pilot bisa melakukan taktik fire and forget.
Saat itu, pesawat tempur yang kompatibel dengan sistemnya adalah F-3H Demon dan F-7U Cutlass, dan disempurnakan pada F-4 Phantom II.
Kini, AIM-120C-7 AMRAAM memiliki jangkauan efektif hingga 57 mil laut (105 km) dengan kecepatan maksimal Mach 4 (empat kali kecepatan suara alias 4.900 km/jam, sementara jet tempur paling cepat saat ini masih di kisaran 2,5 kecepatan suara). Saat peluru kendali sekelas AIM-120C-7 AMRAAM ini dilepaskan, pilot tempur NATO biasa menyebut status pertempuran atau simulasi tempur sebagai Fox Three.
Pemerintah Indonesia, menurut Departemen Luar Negeri Amerika Serikat itu, telah mengajukan permintaan penjualan 36 unit AIM-120C-7 AMRAAM dan satu Seksi Panduan Peluru Kendali.
Termasuk dalam persetujuan itu adalah perlengkapan pendukung, sukucadang, perawatan-perbaikan, logistik, teknisi, adaptor, publikasi teknis, pelatihan, perangkat uji, dan elemen terkait lain.
Penjualan peralatan perang ini sesuai dengan kebijakan luar negeri dan keamanan dalam negeri Amerika Serikat, dengan cara membantu meningkatkan keamanan mitra kunci Amerika Serikat dan demi memberi stabilitas kawasan Asia Pasifik.
Penjualan 36 unit AIM-120C-7 AMRAAM ini menyusul wacana penggantian F-5E/F Tiger II dari Skuadron Udara 14 TNI AU, yang diperebutkan beberapa “kontestan”, yaitu JAS-39 Gripen C/D dari Saab Swedia, F-16 Block 60 Viper, dan Sukhoi Su-35 dari Rusia.
Walau tender tidak dibuka kepada publik, namun dinyatakan Kementerian Pertahanan Indonesia, bahwa mereka sudah mengantongi nama calon “pemenang”.
AIM-120C-7 AMRAAM sangat kompatibel dengan semua jajaran pesawat tempur NATO dan Barat, di antaranya JAS-39 Gripen, F-16 Fighting Falcon series, F-18 Hornet/Super Hornet, F-15 Eagle series, hingga Panavia Tornado ADV.
AIM-120C-7 AMRAAM ini masih di bawah kelas AIM-120D yang mampu menjangkau jarak 97 mil laut (160 km), sementara AIM-120D masih kalah dalam hal kecepatan ketimbang Meteor buatan konsorsium Eropa Barat, MBDA.
MBDA Meteor menjadi salah satu senjata andalan JAS-39 Gripen dalam operasionalisasi mereka di udara.
Pewarta: Ade P Marboen
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016