Pekanbaru (ANTARA News) - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Pekanbaru mengungkapkan, titik panas di Sumatera meningkat jadi 36 titik dengan penyebaran berada empat provinsi dari sebelumnya 28 titik tersebar di delapan provinsi.
"Jika pada hari sebelumnya di Aceh tidak terpantau titik panas, tapi hari ini menjadi pusat kosentrasi di Sumatera dengan 14 titik," kata Kepala BMKG Stasiun Pekanbaru, Sugarin di Pekanbaru, Jumat.
Dia berujar, jika selama ini wilayah di Riau selalu menjadi kosentrasi titik panas di Sumatera dan terakhir terjadi kemarin dengan total 11 titik dan titik api mengindikasikan kebakaran lahan dan hutan dengan tingkat kepercayaan di atas 70 persen terpantau 1 titik.
Tapi, lanjut Sugarin, mulai hari ini telah berpindah ke Nanggroe Aceh Darussalam dan disusul Sumatera Selatan terpantau satelit baik Tera maupun Aqua sebanyak 13 titik.
Sedangkan wilayah Riau berada diperingkat ketiga dengan sumbangan titik panas terpantau satelit 8 titik dan terakhir Bengkulu menyumbang 1 titik panas.
"Ke-8 titik panas di Riau tersebar di daerah pesisir seperti Bengkalis 4 titik, Rokan Hilir 2 titik, Kepulauan Meranti dan Pelalawan masing-masing 1 titik," katanya.
"Tapi dari total 8 titik panas tersebut, hanya 3 titik dipastikan sebagai titik api mengindikasikan kebakaran lahan dan hutan dengan tingkat kepercayaan di atas 70 persen yakni di Rokan Hilir 2 titik dan Meranti 1 titik," ucap dia.
Secara umum, ujar dia, cuaca di wilayah Riau cerah hingga berawan dengan potensi hujan intensitas ringan terjadi tak merata dan bersifat lokal diprakirakan wilayah bagian Tengah, Barat dan Selatan pada siang atau malam hari.
"Cuaca di wilayah Riau bagian Utara atau wilayah pesisir masih bersifat kering terutama di lahan gambut. Jadi, kita perlu waspadai titik panas disini dan rentan jadi titik api atau terbakar," tegas Sugarin.
Pangdam I Bukit Barisan, Mayjen TNI Ludewix Pusung pekan ini saat menghadiri rapat evaluasi penanggulangan kebakaran lahan dan hutan di Riau meluapkan kemarahan pada dinas kehutanan setempat karena dianggap belum bekerja.
"Kami ini TNI, Polri sifatnya cuma membantu, bukan pembantu. Pihak kehutanan itu, ikut bersama-sama dengan kita. Kita tak cari siapa yang salah, tapi mari bersama-sama kita untuk padamkan api dan cegah kebakaran ini," katanya.
Ludewix mempertanyakan terkait kerja dari dinas kehutanan terutama saat terjadi kebakaran hutan dan lahan. Sebab, institusi tersebut dianggap sebagai instansi yang paling bertanggung jawab soal lahan dan kehutanan.
"Tapi setiap TNI/Polri bekerja di lapangan, tidak ada dinas kehutanan. Jangan dinas kehutanan itu menari-nari di atas penderitaan TNI/Polri ya," tegas dia.
"Tidak salah kalau Riau dinyatakan gagal. Buktinya, terjadi lagi pembakaran. Padahal baru enam bulan saya dari sini, sekarang terjadi lagi. Siapa yang membakar?. Kalau memang masyarakat, berarti sosialisasi pencegahan tidak berjalan," ujarnya.
Pemerintah Provinsi Riau menetapkan status siaga darurat kebakaran lahan dan hutan, sebagai upaya mempercepat pencegahan dan penanggulangan kebakaran.
"Beberapa kabupaten/kota di Riau sudah menetapkan siaga darurat kebakaran lahan, maka kita mengakomodirnya untuk disampaikan ke pusat," kata Pelaksana Tugas Gubernur Riau, Arsyadjuliandi Rachman.
Pewarta: M Said
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016