Markas Besar PBB, New York (ANTARA News) - ISIS telah semakin memperluas kekuasaan di Libya dan milisi mengaku sebagai pertahanan utama bagi negara Afrika Utara melawan campur tangan militer asing, kata pemantau sanksi PBB.

Dalam laporan tahunan mereka kepada Dewan Keamanan PBB, yang diterbitkan pada Rabu, pemantau juga mengatakan Libya telah menjadi lebih menarik bagi para petempur asing yang terutama tiba melalui Sudan, Tunisia dan Turki.

Amerika Serikat telah melancarakan serangan udara di Libya yang menyasar kelompok IS, juga dikenal sebagai ISIS. Serangan udara AS di Kota Derna di Libya pada November menewaskan pemimpin sebelumnya ISIS di Libya, yang dikenal dengan Abu Nabil.

Para ahli PBB juga mengatakan mereka telah menerima informasi tentang keberadaan militer asing di Libya yang mendukung upaya untuk memerangi ISIS, tapi tidak menyebutkan nama negara mereka karena masih menyelidiki.

"Munculnya ISIS di Libya kemungkinan akan meningkatkan tingkat gangguan kawasan dan internasional, yang bisa memprovokasi polarisasi lebih lanjut, jika tidak terkoordinasi," kata para ahli PBB yang memantau sanksi terhadap Libya.

"Untuk mengantisipasi, ISIS telah menyebarkan cerita nasionalis, menggambarkan dirinya sebagai benteng yang paling penting melawan campur tangan asing," kata mereka.

ISIS telah mengambil keuntungan dari kekosongan politik dan keamanan menyusul pemberontakan 2011 yang menggulingkan pemimpin negara itu, Muammar Gaddafi. Para pejabat Barat telah memperkirakan jumlah petempur ISIS menjadi sebanyak 6.000 orang.

Akhir tahun lalu para ahli dari PBB mengatakan ISIS memiliki antara 2.000 dan 3.000 petempur. Dalam laporan terbaru mereka mengatakan "sejumlah besar petempur asing" tiba di markas ISIS di Sirte.

Seorang milisi senior ISIS, yang digambarkan dalam sebuah wawancara yang dipublikasikan kelompok pemantauan SITE sebagai pemimpin baru dari cabang garis keras Libya, mengatakan organisasi semakin "kuat setiap hari."

Para ahli PBB menyelidiki apakah milisi ISIS bisa menggunakan cadangan dari sistem perbankan Libya di Sirte untuk menyalahgunakan dana, tapi semua karyawan perbankan yang ditanyai mengatakan sistem itu rusak atau usang.

"Akibatnya, kendali atas Sirte tidak memberikan ISIS jalan ke keuangan negara atau ke sistem SWIFT yang lebih luas," kata para ahli. SWIFT adalah sistem milik anggota yang digunakan bank untuk permintaan pemindahan rekening dan pesan aman lain.

"Namun demikian, kemungkinan situs itu terus menyimpan semua data perbankan lama Libya, yang dapat berguna bagi setiap orang yang mencari cara untuk menutupi transaksi penipuan," kata mereka.

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016