Lebak (ANTARA News) - Kementerian Agama Kabupaten Lebak menjamin pondok pesantren yang berkembang di daerah ini tidak mengajarkan radikalisme maupun kekerasan.
"Semua pondok pesantren (Ponpes) itu memiliki kurikulum mengacu Kementerian Agama RI dan Kementerian Pendidikan Nasional, baik yang dikelola secara salafi maupun modern," kata Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Lebak Encep Safrudin Muhyi di Lebak, Jumat.
Selama ini, keberadaan ponpes di Kabupaten Lebak hanya belajar ilmu keagamaan juga mencintai nilai-nilai kebangsaan, sehingga tidak ditemukan ajaran radikalisme.
Selain itu, ponpes adalah membentuk karakter yang mencintai Tanah Air dan nilai-nilai empat pilar kebangsaan.
Karena itu, pihaknya menjamin keberadaan ponpes tidak ada satupun yang mengajarkan radikalisme atau kekerasan.
Sebab, tindakan kekerasan tidak mencerminkan jiwa santri juga haram menurut ajaran Islam. "Kami yakin ponpes di Lebak tidak mengajarkan pemahaman radikalisme atau ekstrem kiri maupun kanan," katanya.
Saat ini, ujar dia, jumlah ponpes di Lebak tercatat 775 unit terdiri dari dikelola secara salafi 754 unit dan 21 modern tersebar di 28 kecamatan.
Seluruh pengelola ponpes yang ada dikelola oleh masyarakat dengan menggunakan kurikulum Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan Nasional.
Pendidikan ponpes salafi mengutamakan pembelajaran nilai-nilai pendidikan keagamaan, seperti tafsir Al Quran, hadits, fiqih, Bahasa Arab, akhlak, akidah dan sejarah Islam.
Namun, sistem pengajaran ponpes modern dipadukan dengan penerapan Bahasa Inggris, Matematika, PKN, Bahasa Indonesia, Biologi, Fisika dan lainnya.
"Kami mendorong ponpes di daerah ini terus berkembang sehingga dapat membantu peningkatan sumber daya manusia (SDM) dan indeks pembangunan manusia (IPM)," katanya.
Ia menjelaskan, sejauh ini sistem kurikulum pendidikan ponpes salafi tidak ditemukan pengajaran kekerasan dan radikalisme.
Disamping itu juga ponpes di Kabupaten Lebak sudah membudaya karena masyarakatnya sangat religius. "Hampir setiap desa/kelurahan di Lebak memiliki ponpes salafi," katanya.
Ia menyebutkan, pendidikan ponpes memberikan kontribusi terhadap kemajuan bangsa karena banyak lulusan ponpes mereka menjadi pegawai negeri sipil (PNS), polisi, TNI, jurnalis, pedagang dan pendakwah.
Pihaknya setiap tahun juga melakukan pembinaan kepada pengurus ponpes untuk meningkatkan mutu pendidikan.
"Kami yakin ponpes di sini cukup besar dalam membangun pendidikan untuk kesejahteraan masyarakat," ujarnya.
Sementara itu, seorang pengelola Ponpes di Kecamatan Rangkasbitung, KH Badrudin mengaku dirinya mendirikan lembaga pendidikan keagamaan karena panggilan sebagai anak bangsa dengan memiliki tanggung jawab untuk mencerdaskan masyarakat.
"Seluruh siswa di sini kebanyakan orangtua mereka dari keluarga tidak mampu ekonomi. Kami tidak memungut biaya pendidikan dan hanya dikenakan sistem suka rela," katanya.
Pewarta: Mansyur
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016