Di situlah seorang individu dengan sadar memilih jalan hidupnya untuk merealisasikan impiannya yang dalam skala nilai-nilai kemanusiaan berada di tataran tertinggi, yakni keadilan yang berujung pada kebahagiaan hidup bersama.
Jika demikian halnya, seorang politisi sesungguhnya sepantar dengan seorang resi, aktor yang laku hidupnya bukan untuk memanjakan selera jasmaniah individual. Makan dan minum bukanlah tujuan, tapi sekadar syarat untuk memungkinkan diri mewujudkan cita-citanya yang lebih luhur.
Ternyata, semua itu bukan fenomena arus utama di Tanah Air. Di sini, sebagaimana dinyatakan para pengamat, politik adalah lahan untuk mata pencaharian.
Lebih tragis lagi bila bukan sekadar mencari nafkah dalam pola hidup sahaja tapi untuk memperkaya diri, melampiaskan lapar dan dahaga materi dengan cara-cara yang kalau perlu melanggar kewajaran alias hukum yang berlaku.
Korupsi yang dilakukan para politisi merupakan bukti bahwa berpolitik adalah untuk memperkaya diri, memuaskan lapar dan dahaga materi duniawi dengan menghalalkan yang haram.
Para politisi yang sudah lanjut usia, yang menikmati segala kenyamanan dunia lewat kerja politik, kadang kurang puas dengan akumulasi harta yang diraihnya. Untuk melanggengkan kenyamanan itu, didoronglah keturunannya meniti karir di ranah politik.
Namun, tentu saja tak semua politisi senior berlaku demikian. Ada politisi yang sukses dan membebaskan keturunannya untuk berkiprah di wilayah yang lepas dari dunia politik, seperti berjualan martabak atau menjadi konsultan perusahaan.
Para politisi senior jenis ini tak melakukan kiat-kiat politis untuk membuka jalan bagi keturunan mereka, tapi memberi kemerdekaan pada putra-putri mereka untuk berkiprah di dunia sosial atau ekonomi.
Karena manusia, seperti kata filosof Yunani, adalah hewan yang berpolitik, tak perlulah ada larangan bagi mereka yang ingin menjadi politisi sejak muda seraya mencari nafkah di sana.
Para politisi di era ketika kelimpahan materi belum sehebat sekarang dan godaan material belum sedahsyat sekarang berkarya di lahan politik terutama untuk kemaslahatan bersama.
Mereka berkiprah memperjuangkan kemerdekaan dari cengkeraman dan penindasan kolonialisme. Setelah kemerdekaan nasional tergapai, sejumlah aktivis muda berpolitik untuk melawan otoritarianisme.
Kini tentu juga ada generasi muda yang berpolitik untuk kebaikan publik, keluhuran nilai-nilai seraya dengan itu mereka meraih ganjaran kenyamanan materi. Tentu situasi inilah yang ideal saat ini. Seorang politisi yang bekerja untuk rakyat, yang sukses dan rakyat ikhlas menyaksikan mereka mendapat kenyamanan material atas jerih payah mereka menyelenggarakan kerja politik yang bermuara pada kepentingan publik.
Para elite politik yang kini menjadi pujaan pengamat, termasuk golongan politisi yang ideal ini. Namun jumlah mereka tentu tak sebanyak rekan mereka yang belum memperlihatkan kinerja yang layak dipuji. Politisi muda yang berkarakter, yang kiprah politiknya demi kemaslahatan publik juga masih minim.
Berkaca pada pengalaman sejumlah politisi, sukses yang begitu cepat yang diraih politisi muda kadang membuat yang bersangkutan lupa diri dan terperosok ke lembah kehinaan setelah tak sanggup bertahan melawan godaan atau ujian material.
Bagi yang belum memiliki ketangguhan kepribadian dalam menghadapi godaan materi, berpolitik sebaiknya dilakukan setelah mereka sukses secara materi dengan berkiprah di dunia bukan politik.
Persoalannya memang tak sesederhana itu untuk mengetahui sejauh mana seseorang punya ketangguhan atau tidak punya kesanggupan berhadapan dengan godaan materi.
Itu sebabnya, bagi yang berkarakter ingin menikmati manisnya dunia ini, sebaiknya masa muda dihabiskan untuk berkiprah di ranah ekonomi. Menjadi akuntan, pengusaha, pesohor atau ranah kerja apapun yang menjanjikan kelimpahan materi adalah lebih pas bagi mereka.
Setelah sukses materi itu digapai, bisalah mereka melampiaskan cita-cita politik mereka dengan terjun ke dunia politik.
Seorang pekerja perusahaan minyak nasional yang di usia pensiunnya mengisi sisa hidupnya untuk terjun di ranah politik, misalnya, adalah pribadi yang pantas diteladani.
Dengan kekayaannya itulah dia mewujudkan impiannya untuk membangun masyarakat yang adil menurut visinya, betapapun subjektifnya visi itu.
Politisi yang tak memanfaatkan politik sebagai lahan mencari nafkah, sedikitnya bukan tempat mengeruk kekayaan, dalam sejarah politik di Tanah Air tentu tak sedikit. Tentu jumlah mereka menjadi sangat sedikit jika dikomparasikan dengan politisi yang menggunakan politik sebagai lahan memperkaya diri atau mencari makan.
Di antara titik ekstrem antara politik sebagai lahan mencari makan dan lahan mencari makna, tentu ada zona moderat di mana politik adalah ranah yang dijadikan sebagai tempat mengaktualisasikan makna dan mencari makan.
Itu tak beda dengan kerja seorang jurnalis, yang menjadikan jurnalisme sebagai lahan untuk memperjuangkan nilai-nilai sekaligus mencari nafkah.
Keseimbangan itulah yang menjadikan seorang politisi atau jurnalis akan sanggup berkiprah secara wajar dan tak perlu mengorbankan salah satu di antara kedua nilai itu. Sebab, memenuhi kebutuhan hidup pribadi dan keluarga secara wajar adalah sebuah nilai juga, yang layak diperjuangkan secara simultan dengan nilai-nilai luhur lainnya, seperti memuliakan keadilan dan kesejahteraan publik.
Oleh M Sunyoto
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2016