"Pada semuanya, tunggu saja keputusan Presiden Joko Widodo soal pengelolaan gas di blok Masela," kata Sudirman selepas Rapat tertutup dengan Kamar Dagang Indonesia di Gedung Kadin, Jakarta, Kamis.
Dia mengaku bahwa Presiden Joko Widodo sampai saat ini sudah mendengar semua masukan terkait pengelolaan gas alam di blok Masela yang kabarnya memiliki cadangan terbesar di Indonesia itu.
Dia juga menyebutkan bahwa pihak kementerian sebagai eksekutor dari keputusan Presiden Joko Widodo, hanya bisa menunggu hasil keputusan presiden dan berharap bisa diputuskan secepatnya.
"Bapak presiden sudah mendengar semua argumentasi apakah pengelolaannya di darat (onshore) atau di lepas pantai (offshore), saya sebagai eksekutor keputusan hanya menunggu putusannya, kami harap presiden bisa diputuskan secepatnya," ujar dia.
Sampai saat ini, tambah Sudirman, tidak ada pembicaraan spesifik mengenai lebih baik skema yang mana apakah onshore atau offshore untuk pengelolaan gas di blok Masela.
"Sampai saat ini tidak ada pembicaraan spesifik terkait ini, jika nanya saya, tentu saja jawabannya sama pokoknya pak Presiden Jokowi sudah mendengar semua argumentasu mau di darat atau mau di laut Tunggu saja keputusan pak presiden," ucapnya.
Sebelumnya, pemerhati masalah Laut Timor, Ferdi Tanoni, mengharapkan Pemerintahan Presiden Joko Widodo memikirkan kembali rencana pembangunan fasilitas kilang gas abadi Blok Masela di laut (offshore) dengan belajar dari kasus laut Timor.
"Kita harus belajar dari kasus laut Timor yang mana sesuai informasi yang saya dengar katanya kilang minyak yang dibangun di laut lepas justru merugikan pemerintah Timor Leste," katanya kepada Antara di Kupang, Kamis.
Pasalnya dari informasi yang ia peroleh kilang minyak di perairan Timor Leste itu justru hasilnya dimanipulasi oleh perusahaan tersebut dengan tidak memberikan secara pasti berapa jumlah hasil dari kilang minyak per tahunnya.
Hal ini, menurutnya, jangan sampai terjadi bagi Indonesia karena dampaknya bisa dipastikan sama dengan kasus yang terjadi di laut Timor.
"Jangan sampai produksi yang terjadi di tengah laut itu bisa saja terjadi penipuan oleh perusahaan minyak. Misalnya produksinya dalam sehari 10 barel, tetapi saat laporan ke kita hanya lima barel. Inikan akan merugikan Pemerintah Indonesia," tegasnya.
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016