"Soal satu hal yang mungkin dalam pemberitaan kurang benar terkait Sumber Waras. Kalau yang beredar di luar seolah-olah Bu Basaria menjadi satu-satunya (pihak) yang tidak setuju, mungkin itu perlu diklarifikasi. Sebagaimana yang Anda tahu pada waktu kita ketemu di auditorium 29 Februari, itu sehari sebelumnya kita minta paparan. Dari paparan itu kita masih memang memerlukan penyelidikan lebih lanjut," kata Agus dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Kamis.
Menurut Agus, hingga saat ini sudah ada 33 orang yang dimintai keterangannya dalam tahap penyelidikan.
"Sudah ada 33 orang yang kita panggil untuk memperdalam penyelidikan dan sampai hari ini kita masih dalami terus. Bukan (pimpinan KPK) yang lain setuju kemudian Bu Basaria tidak setuju, tidak ada perbedaan pendapat diantara kita berlima. Kasus tersebut masih dalam penyelidikan. Kami belum menentukan apa-apa," tambah Agus.
Agus pun membantah bahwa KPK ikut bermain politik terkait kasus RS Sumber Waras ini karena terkait dengan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.
"Kita langkahnya bukan politik, kita di jalur penegakan hukum. Apa pun daya yang kita dapatkan sebagaimana menentukan langkah hukumnya," ungkap Agus.
Agus juga mengungkapkan bahwa pihaknya sudah bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam kasus ini.
"Kami tidak bisa buka itu, kami sudah lakukan banyak hal dan bekerja dengan banyak pihak termasuk PPATK," tambah Agus.
Ia pun menegaskan bila KPK menemukan unsur pidana dalam kasus tersebut, KPK tidak ragu untuk menaikkan status perkara itu menjadi penyidikan dan menetapkan tersangka.
"Kita masih dalami terus jadi saya belum bisa menentukan (unsur penyalahgunaan kewenangan). Kalau ada potensi itu pasti kita sudah kita naikkan (ke penyidikan)," ungkap Agus.
Kesimpulan sementara KPK ini berbeda dengan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan atas Laporan Keuangan DKI Jakarta 2014, yang menyatakan pembelian tanah itu berindikasi merugikan keuangan daerah hingga Rp191,3 miliar karena harga pembelian pemprov DKI terlalu mahal.
BPK mengacu pada harga pembelian PT Ciputra Karya Utama (CKU) kepada Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) tahun 2013 sebesar Rp564,3 miliar. CKU kemudian membatalkan pembelian lahan itu karena peruntukan tanah tidak bisa diubah untuk kepentingan komersial.
Dalam LHP, antara lain BPK merekomendasikan agar pemprov menagih tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) selama 10 tahun sejak 1994-2014 senilai lebih dari Rp3 miliar.
Selain itu, BPK juga merekomendasikan Basuki agar memberikan sanksi kepada Tim Pembelian Tanah yang dinilai tidak cermat dan tidak teliti memeriksa lokasi tanah berdasarkan Zona Nilai Tanah.
LHP BPK tersebut sudah diserahkan ke DPRD DKI Jakarta pada Oktober lalu.
Namun Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menilai bahwa pemprov DKI Jakarta membeli lahan di Jalan Kyai Tapa 1 Grogol Jakarta Barat itu karena Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) pada 2014 adalah sebesar Rp20,7 juta per meter persegi, sehingga pemprov DKI Jakarta diuntungkan karena pemilik lahan menjual dengan harga NJOP sehingga total harganya Rp755,6 miliar sedangkan pada harga pasar, nilainya lebih tinggi.
Pewarta: Desca Lidya
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016