Denpasar (ANTARA News) - Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1938 yang jatuh pada Rabu, 9 Maret 2016 memiliki keistimewa karena bertepatan dengan terjadinya fenomena langka yakni gerhana matahari total (GMT).
Umat Hindu di Bali pada saat itu mengurung diri melaksanakan ibadah tapa brata yakni empat pantangan yang wajib dilaksanakan sekaligus melakukan introspeksi diri selama 24 jam sejak pukul 06.00 Wita sebelum matahari terbit hingga pukul 06.00 waktu setempat keesokan harinya (Kamis, 10 Maret 2016).
Tapa Brata Penyepian tersebut meliputi amati karya (tidak bekerja dan aktivitas lainnya), amati geni (tidak menyalakan api), amati Lelungan (tidak bepergian) dan amati Lelanguan (tidak mengumbar hawa nafsu, tanpa hiburan/bersenang-senang).
Bali dalam kondisi demikian tetap memberikan toleransi kepada umat Islam untuk melaksanakan shalat gerhana di masjid dan mushola terdekat, sesuai kesepakatan bersama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bali dan Forum Kerukunan Antarumat Beragama (FKAUB), tutur Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali Prof Dr I Gusti Ngurah Sudiana.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Denpasar, Bali Drs Haji Saefudin, M.Pd.I menambahkan mereka yang sholat wajib mengenakan busana khas ibadah dan berjalan kaki dari rumah ke masjid terdekat serta tidak menggunakan pengeras suara.
Untuk itu pengurus masjid dan mushalla yang akan melaksanakan shalat selambat-lambat sehari sebelumnya agar mengkomunikasikannya dengan petugas keamanan desa adat (pecalang) setempat, sehingga pecalang dapat mengetahui sebelum hari pelaksanaan shalat gerhana.
Dengan demikian pecalang dapat memberikan kesempatan kepada umat Islam yang akan melaksanakan shalat gerhana matahari mulai 07.30 hingga pukul 09.00 waktu setempat.
Gerhana matahari total tidak dapat dilihat dari Denpasar, Bali. Akan tetapi bisa dilihat dari Palembang, Bangka Belitung, Pelangkaraya, Balikpapan, Palu, Poso, Ternate dan Halmahera.
Meskipun gerhana matahari total tidak bisa dilihat dari Denpasar, untuk menjaga kesehatan mata agar melihat gerhana dengan menggunakan alat pelindung mata.
Kedua hal itu berlangsung dalam waktu yang bersamaan diharapkan dapat terlaksana dengan baik, mengingat kehidupan antarumat beragama di Bali selama ini mesra dan harmonis, hidup berdampingan satu sama lainnya yang diwarisi sejak ratusan tahun silam.
Kondisi tentram, damai dan saling menghormati satu sama lain itu berkat adanya saling pengertian dan kebersamaan itu menjadi modal untuk menyukseskan Catur Brata Penyepian Hari Suci Nyepi, Tahun Baru Saka 1938 yang bersamaan dengan terjadinya gerhana matahari total.
Seruan Bersama
Majelis lintas agama dan keagamaan di Provinsi Bali juga mengeluarkan seruan bersama untuk menyukseskan pelaksanaan Hari Suci Nyepi, Tahun Baru Saka 1938 yang ditandatangani oleh pimpinan majelis, majelis agama dan keagamaan di daerah ini.
Seruan bersama itu diketahui oleh Gubernur Bali, Kapolda Bali, Korem 163 Wirasatya dan Kepala Kanwil Kementerian Agama yang merupakan hasil rapat melibatkan instansi terkait di Pulau Dewata pada 15 Februari 2016.
Seruan bersama tersebut kemudian disosialisasikan kepada 1.480 desa adat (pekraman) dan berbagai komunitas di Pulau Dewata itu, dengan harapan umat Hindu mampu melaksanakan catur Tapa Brata penyepian.
Demikian pula lembaga penyiaran radio dan televisi tidak melakukan siaran selama pelaksanaan hari suci Nyepi Rabu, 9 Maret 2016 mulai pukul 06.00 Wita hingga pukul 06.00 Wita keesokan harinya (10 Maret 2016).
Selain itu melarang menyalakan petasan (mercon), pengeras suara, bunyi-bunyian dan sejenisnya yang sifatnya mengganggu kesucian Hari Raya Nyepi dan membahayakan ketertiban umum.
Selain itu melarang adanya paket hiburan Hari Raya Suci Nyepi bagi hotel-hotel dan penyedia jasa hiburan lainnya di wilayah Provinsi Bali.
"Prajuru desa pekraman (adat), pecalang (petugas keamanan desa) bertanggungjawab mengamankan rangkaian Hari Suci Nyepi di wilayahnya masing-masing berkoordinasi dengan aparat keamanan terkait," kata Kasubag Hukum dan Kerukunan Umat Beragama Kanwil Kementerian Agama Provinsi Bali Drs Haji Saefudin MPDI.
Majelis-majelis agama dan keagamaan serta instansi terkait juga menyosialisasikan seruan bersama tersebut kepada seluruh umat beragama di daerah ini.
Penutupan Bandara Ke-18 Kali
Gubernur Bali Made Mangku Pastika telah bersurat kepada lima menteri Kabinet Kerja Pemerintahan Jokowi-JK untuk menutup sementara Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali serangkaian Hari Suci Nyepi.
Penutupan sementara selama 24 jam itu kali ini merupakan yang ke-18 kalinya sejak tahun 1999. Surat tersebut telah disampaikan sejak dini, dengan harapan dapat disebarluaskan kepada semua pihak yang terkait, baik di tingkat nasional maupu masyarakat internasional.
Kabid Perhubungan Udara Dinas Perhubungan Provinsi Bali, Ida Bagus Puja Astawa, SH, MSI menjelaskan, surat edaran Gubernur Bali Nomor 003.2/17735/DPIK tertanggal 28 Oktober 2015 ditujukan kepada 41 instansi di tingkat pusat, Bali maupun kabupaten/kota di daerah ini.
Kelima menteri tersebut terdiri atas Menteri Perhubungan, Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, Menteri Komunikasi dan Informasi serta Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan.
Surat tentang penutupan Bandara Ngurah Rai itu juga ditujukan kepada Dirjen Perhubungan Udara, Laut dan Darat Kementerian Perhubungan di Jakarta, Ketua DPRD Bali, Panglima Kodam IX Udayana, Kapolda Bali.
Selain itu juga ditujukan Kepala Kantor Otoritas Bandar Udaya Wilayah IV di Tuban Badung, Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas II Benoa, Pelabuhan Padangbai, Celukan Bawang dan Kepala SAR Bali.
Surat pemberitahuan kepada lima menteri terkait itu dengan harapan dapat meneruskan kepada seluruh perusahaan penerbangan di Indonesia maupun mancanegara.
Dengan demikian perusahaan penerbangan dalam dan luar negeri tidak menjadwalkan penerbangan ke Bali, saat umat Hindu melaksanakan Tapa Brata Penyepian pada hari Rabu, 9 Maret 2016.
Oleh IK Sutika
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016