Jakarta (ANTARA News) - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Hubungan Luar Negeri Muhyiddin Junaidi berharap upaya Organiasi Kerja sama Islam (OKI) untuk membantu memperjuangkan pembebasan Palestina tidak hanya saat dalam konferensi saja.
"OKI itu cuma terlihat saat ada pertemuan saja tapi setelah itu tidak ada apa-apa," kata Muhyiddin di Jakarta, Sabtu.
Menurut dia, terdapat kecenderungan kegiatan negara-negara Islam lewat OKI tidak mengeluarkan hasil konkret dalam memerdekakan Palestina. Dengan kata lain, kegiatan OKI dalam memperjuangkan Palestina selesai bagitu saja bersamaan dengan berakhirnya pertemuan tingkat tinggi.
Muhyiddin juga menyoroti sepak terjang organisasi negara Islam lainnya, Liga Arab, yang hanya menjadi simbol persatuan saja. Kenyataannya, persatuan sejati di antara negara Arab tidak terjadi. Hal serupa juga nampak dari kegiatan KTT OKI yang sudah berulang kali dilakukan.
"Sampai sekarang Palestina juga belum merdeka dan tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan," kata dia.
Atas dasar itu, Muhyiddin pesimistis dengan hasil dari KTT OKI 2016 nanti akan dapat memerdekakan Palestina sebagaimana cita-cita OKI sejak pertama kali didirikan. Cita-cita kemerdekaan Palestina akan dapat terwujud jika dunia Islam bersatu dan memulai langkah nyata di dunia.
Jangan cuma deklarasi
Senada, pengamat politik dari UIN Jakarta Ali Munhanif mengatakan KTT OKI harus menghasilkan langkah nyata dalam memerdekakan Palestina.
"Jangan hasilnya nanti cuma deklarasi saja. Deklarasi terlalu sering dibuat tapi keberlanjutan dan diplomasinya tidak terjadi. Dari OKI harus lahir sebuah strategi terukur untuk membebaskan Al Aqsha," kata dia.
Menurut dia, persoalan wilayah Palestina yang dicaplok Israel merupakan masalah sesungguhnya dari Timur Tengah dan dunia Islam. Sayangnya, isu Palestina cenderung tertelan isu lain yang cenderung mengalihkan seperti persoalan sektarian dan gejolak Arab Spring.
"Saya pikir dunia Islam itu seolah permaslahannya konflik sektarian. Pada dasarnya, ada sebuah negara di Timur Tengah, Israel, yang sejauh ini menjadi akar masalah konflik tadi," kata dia.
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016