Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah mewaspadai kemungkinan defisit dalam APBN 2007 yang lebih besar dari yang telah ditetapkan sebesar 1,1 persen dari produk domestik bruto (PDB) karena berbagai faktor. "Asumsi pertumbuhan ekonomi APBN 2007 adalah 6,3 persen, padahal realisasi 2006 hanya 5,5 persen. Itu akan sangat mempengaruhi basis perhitungan 2007, kemungkinan dari sisi revenew, estimasinya terlalu tinggi," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani akhir pekan lalu di Jakarta. Menurut Menkeu, di sisi lain pada awal tahun 2007 sudah muncul banyak sekali daftar belanja baru yang sebelumnya tidak masuk dalam anggaran belanja APBN 2007. "Seperti kemarin untuk mengantisipasi banjir di Jakarta perlu segera dibangun Banjir Kanal Timur (BKT). DKI hanya mampu sekian, sedangkan lainnya diminta dari pemerintah pusat," katanya. Demikian juga dengan anggaran untuk pembangunan infrastruktur jalan, upaya peningkatan produksi beras sebanyak dua juta ton yang berimplikasi pada peningkatan subsidi pupuk, dan lainnya. "Kita sudah melihat daftar belanja yang menunjukkan potensi naik. Kita harus mendeteksinya," katanya. Menurut dia, daftar belanja tersebut belum dianggarkan dalam APBN 2007. Jika DPR selaku pemegang hak budget setuju dengan daftar belanja tersebut maka akan masuk APBN dan menambah pengeluaran negara. "Perubahan defisit ini mungkin baru akan kita lihat pada akhir bulan ketiga ini (Maret) atau bulan April. Kalau defisitnya berubah (naik), maka implikasinya adalah pada financing atau pembiayaannya," kata Menkeu. Menurut Menkeu, evaluasi secara pasti mengenai realisasi defisit ini akan dilakukan setelah realisasi selama satu semester pertama 2007. "Untuk kondisi Januari-Februari 2007 ini rasanya masih cukup baik komposisi penerimaan dengan pengeluaran apalagi kita sudah menerbitkan obligasi internasional. Sampai saat ini APBN relatif masih oke meski kita terus memantaunya," kata Menkeu. (*)
Copyright © ANTARA 2007