Jakarta (ANTARA News) - Pengamat pasar uang Farial Anwar mengatakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di pasar spot anatarbankJakarta, pekan depan diperkirakan aktif pada kisaran Rp9.100 hingga Rp9.150 per dolar AS dan sulit menembus level Rp9.200 per dolar AS. "Rupiah akan sulit untuk menembus level Rp9.200 per dolar AS, namun apabila itu terjadi, bisa menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat bahwa rupiah akan mampu menguat kembali di level Rp9.100 per dolar AS," katanya di Jakarta, akhir pekan ini. Menurut dia, rupiah kemungkinan akan berada dalam kisaran antara Rp9.100 sampai Rp9.150 per dolar AS, karena Bank Indonesia terus aktif memantau pergerakan mata uang lokal itu, setelah terjadi "panic selling" (penjualan secara besar-besaran akibat kekhawatiran seketika) di berbagai bursa regional dan Bursa New York pada pertengahan pekan ini. Situas "panic selling" itu semula terjadi di bursa China. sehingga indeks komposit Shanghai merosot yang diikuti bursa dunia (AS) dan kemudian mengimbas ke mata uang lokal, sehingga rupiah terpuruk yang sempat mencapai Rp9.185 per dolar AS. "Jadi kalau rupiah merosot menembus level Rp9.200 per dolar AS, maka pasar tidak akan percaya lagi bahwa rupiah akan kembali menguat," ujarnya. Rupiah, lanjut Farial, sebelum terjadi "panic selling" sempat diisukan akan bisa berada di bawah level Rp9.000 per dolar AS mencapai Rp8.800 per dolar AS. Namun isu itu hanya tinggal mimpi saja, karena saat ini sangat sulit untuk dibuktikan. Posisi rupiah yang berada di level Rp9.100 per dolar AS, bagi pelaku pasar masih bisa berfluktuatif, dalam arti bergerak naik maupun turun. Apalagi keluarnya pernyataan otoritas moneter Bank Indonesia (BI) bahwa rupiah pada tahun ini akan berkisar antara Rp9.000 sampai R9.500 per dolar AS. "Pernyataan itu mengakibatkan pelaku cenderung membeli dolar AS, karena mereka menganggap bahwa ruang gerak rupiah masih rendah jauh di bawah level Rp9.500 per dolar AS," katanya. Menurut dia, otoritas moneter sebaiknya jangan mengeluarkan pernyataan yang menimbulkan dampak negatif terhadap rupiah yang pada akhirnya menekan mata uang lokal itu. BI seharusnya lebih banyak bekerja dari berbicara, karena BI bukan selebriti yang mencari sensasi. Dalam kondisi pasar agak tenang saat ini, kata Farial, BI harus terus masuk pasar mengamati perkembangan selanjutnya agar tidak ada aksi dadakan di tengah kondisi pelaku asing "wait and see" ( menunggu dan melihat) pasar uang regional. "Jangan sampai ada keterlambatan masuk untuk mengantisipasi pasar seperti epkan lalu sehingga menyebabkan rupiah hingga mencapai posisi Rp9.185 per dolar AS," demikian Farial Anwar. (*)

Copyright © ANTARA 2007