"Dalam pengembangan penanganan perkara tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji kepada anggota DPR terkait proyek di kementerian PUPR tahun 2016, penyidik KPK sudah menemukan alat bukti yang cukup untuk menetapkan BSU (Budi Supriyanto) anggota DPR 2014-2019 sebagai tersangka berdasarkan pemeriksaan saksi dan alat bukti yang dimiliki KPK," kata pelaksana harian (Plh) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Rabu.
Budi yang berasal dari daerah pemilihan Jawa Tengah tersebut dikenakan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.
"Tersangka BSU diduga menerima janji atau hadiah dari AKH (Abdul Khoir) selaku direktur PT WTU (Windu Tunggal Utama) agar mendapat proyek di kementerian PUPR," tambah Yuyuk.
Surat perintah penyidikan ditandatangani pada 29 Februari 2016.
KPK dalam kasus ini sudah menetapkan empat tersangka lain yaitu para penerima suap anggota Komisi V dari Fraksi PDI-Perjuangan daerah pemilihan Jawa Tengah Damayanti Wisnu Putranti, Julia Prasetyarini (UWI) dan Dessy A Edwin (DES) dan pemberi suap yaitu Abdul Khoir.
Tujuan pemberian uang adalah agar PT WTU mendapat proyek-proyek di bidang jasa konstruksi yang dibiayai dana aspirasi DPR di provinsi Maluku yang dicairkan melalui Kementerian PUPR. Pada 2016, di wilayah II Maluku yang meliputi Pulau Seram akan ada 19 paket pekerjaan yang terdiri dari 14 jalan dan 5 jembatan dan masih dalam proses pelelangan.
Menurut Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha, Budi pernah juga melaporkan penerimaan uang sebesar 305.000 dolar Singapura kepada KPK.
"Kurang tepat jika dikatan Pak BSU mengembalikan uang, perlu saya jelaskan kronologinya adalah pada 1 Februari 2016 Pak BSU melalui kuasa hukumnya melaporkan penerimaan gratifikasi senilai 305 ribu dolar Singapura dan dalam laporan tersebut dilaporkan pemberinya adalah Julia Prasetyarini, kemudian berdasarkan laporan tersebut dilakukan analisis dan koordinasi dan diputuskan bahwa laporan tersebut ditolak karena berkaitan dengan penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi yang saat itu sedang ditangani KPK," ungkap Priharsa.
Uang 305 ribu dolar Singapura itu diduga merupakan uang sisa dari commitment fee Abdul Khoir kepada Damayanti sebesar 404 ribu dolar Singapura. Damayanti, Dessy dan Julia sendiri menerima masing-masing sebesar 33 ribu dolar.
"Laporan Pak BSU tersebut tidak memenuhi pasal 12 B UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Surat penolakan sudah disampaikan dan dibuat pada 10 Februari 2016 dan pada hari itu juga penyidik melakukan penyitaan terhadap uang tersebut dengan disaksikan oleh penasihat hukum," tambah Priharsa.
Namun Priharsa belum dapat menjelaskan apakah uang 305 dolar Singapura itu ditujukan untuk anggota Komisi V DPR lain.
"Tentang tujuan pemberian uang akan dilakukan di tahapan penyidikan karena uang tersebut berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan tersangka dalam hal ini AKH, nanti akan disampaikan bila ada informasi tambahan," ungkap Priharsa.
Sejumlah anggota DPR Komisi V juga sudah diperiksa KPK dalam perkara ini. Anggota Komisi V dari Fraksi Partai Hanura Fauzih Amro mengakui ada 22 orang anggota Komisi V yang melakukan kunjungan kerja ke Pulau Seram pada 6-9 Agustus 2015. Dalam kunjungan itu mereka mendengarkan mengenai kebutuhan untuk pembangunan jalan di daerah Pulau Seram dan sekitarnya yang masuk dalam wilayah kerja Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) IX Kementerian PUPR.
KPK juga sudah mencegah keluar negeri selama 6 bulan Budi Supriyanto dan Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng alias Aseng. Termasuk menggeledah ruang Budi dan rekannya dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera Yudi Widiana Adia.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016