Hongkong, Tiongkok (ANTARA News) - Seorang kandidat pro-demokrasi pada Senin memenangi pemilihan umum Hongkong dalam pemungutan suara dengan pengawasan ketat yang menyorot isu krusial dalam perpolitikan kota tersebut.
Alvin Yeung dari Partai Sipil yang pro-demokrasi mengalahkan Holden Chow yang diusung oleh Aliansi Demokratis untuk Perbaikan Hongkong yang pro-Beijing dengan selisih lebih dari 10.000 suara.
Kandidat yang menduduki peringkat ketiga untuk kursi Wilayah Timur Baru, Edward Leung (24), merupakan seorang aktivis Hongkong yang menuntut kemerdekaan dari Tiongkok dan telah didakwa atas bentrokan jalanan yang terjadi belakangan ini dengan aparat kepolisian.
Leung merupakan salah satu pemimpin dari Warga Pribumi Hong Kong, bagian dari gerakan masyarakat lokal di kota semi-otonom itu yang sangat ditentang oleh Beijing.
Ia mendapatkan 66.524 suara, sementara Yeung mendapatkan 160.880 dan Chow dengan 150.329 suara dalam persaingan yang terjadi setelah seorang politisi pro-demokrasi terkemuka turun dari jabatannya.
Sejak demonstrasi besar-besaran pada 2014 yang menuntut pemilihan umum yang benar-benar bebas gagal mendapatkan izin dari Beijing, para demonstran muda seperti Leung semakin kecewa, terbukti dengan terbentuknya lebih banyak partai pro-demokrasi.
Kelompok-kelompok yang lebih kecil bermunculan di bawah payung "lokalis", mendorong otonomi lebih besar dan bahkan kemerdekaan dari Tiongkok saat adanya ketakutan akan peningkatan keterlibatan Beijing.
Frustasi mereka tumpah menjadi aksi kekerasan awal bulan ini, ketika terjadi bentrokan dengan polisi yang menyebabkan lebih dari 100 orang terluka.
Leung, yang menghadapi dakwaan atas keterlibatannya dalam bentrok tersebut, mengatakan pada Minggu bahwa "warga Hong Kong adalah tuan atas tanah mereka sendiri."
Hongkong dikembalikan ke kekuasaan Tiongkok oleh Inggris yang sebelumnya menjajah pada 1997, dan kebebasannya dilindungi oleh kesepakatan yang berlaku 50 tahun.
Namun ada peningkatan kekhawatiran kebebasan tersebut berada dalam ancaman karena Tiongkok berusaha memasukkan kewenangannya ke wilayah semi-otonom itu.
Yeung telah mengkritik keterlibatan Leung dalam bentrokan jalanan tersebut dan mempertahankan catatan damai pergerakan pro-demokrasi.
"Saya paham orang-orang tidak puas, tapi... kami memerlukan prinsip dan garis dasar kami adalah tanpa kekerasan," Yeung mengatakan kepada kantor berita AFP.
Kubu pro-Beijing memandang para pengampanye demokrasi itu sebagai ancaman bagi stabilitas dan kesejahteraan di Hongkong. Beijing menyebut para lokalis itu dengan sebagai "separatis." (Uu.KR-MBR)
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016