Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta Senin pagi bergerak melemah sebesar 14 poin menjadi Rp13.395 dibandingkan sebelumnya pada posisi Rp13.381 per dolar AS.

"Pertumbuhan produk domestik bruto di Amerika Serikat periode kuartal IV 2015 yang direvisi lebih baik dari ekspektasi menjadi 1 persen secara tahunan, naik dari perkiraan sebelumnya sebesar 0,7 persen, sehingga mendorong dolar AS bergerak menguat terhadap mayoritas mata uang utama dunia, termasuk rupiah," kata ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta, di Jakarta, Senin.

Ia menambahkan bahwa pelaku pasar uang di dalam negeri juga cenderung mengambil posisi menunggu, dan pelaku pasar sedang fokus pada data ekonomi Indonesia yakni inflasi Februari 2016 yang sedianya akan diumumkan pada awal Maret.

"Diperkirakan inflasi naik ke 4,3-4,4 persen secara tahunan, sehingga mungkin akan mengurangi harapan pemangkasan suku bunga acuan Bank indonesia atau BI rate pada Maret 2016," ujarnya lagi.

Menurut dia, penguatan dolar AS juga masih cenderung terbatas seiring dengan harga minyak mentah dunia yang stabil dengan kecendrungan menguat, menandakan pasar masih yakin dengan rencana pemangkasan produksi oleh anggota Organisasi Negara Negara Pengekspor Minyak (OPEC).

Terpantau harga minyak mentah jenis WTI Crude pada Senin (29/2) pagi ini, berada pada level 33,01 dolar AS per barel, naik 0,70 persen. Sedangkan harga minyak mentah jenis Brent Crude pada posisi 35,43 dolar AS per barel, naik 0,94 persen.

Pengamat pasar uang Bank Himpunan Saudara Rully Nova mengatakan bahwa potensi rupiah kembali bergerak menguat cukup terbuka, menyusul paket-paket kebijakan ekonomi yang telah diluncurkan pemerintah akan segera terasa dampaknya.

"Dalam waktu dekat ini, pelaku pasar diperkirakan kembali memegang aset berdenominasi rupiah," katanya lagi.

Ia menambahkan bahwa tren kebijakan suku bunga negatif di beberapa negara dapat berdampak positif bagi Indonesia.

Indonesia berpeluang untuk menarik dana investor asing yang keluar dari negara yang menerapkan suku bunga negatif.

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2016