Jakarta (ANTARA News) - Indonesia meminta agar G20 mengimplementasikan kerja sama perpajakan internasional secara tepat waktu sesuai kesepakatan yang telah dicapai.
Siaran pers Kementerian Keuangan yang diterima di Jakarta, Minggu, menyebutkan Indonesia menyampaikan hal itu dalam Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 yang berlangsung di Shanghai, China, pada 26-27 Februari 2016.
Dalam kesempatan pertemuan G20 tersebut, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyoroti secara tegas tantangan implementasi kerja sama perpajakan internasional, khususnya terkait inisiatif "base erosionand profit shifting" (BEPS) dan rencana pertukaran informasi secara otomatis di bidang perpajakan (Automatic Exchange of Information/AEOI).
Menteri Bambang Brodjonegoro menyatakan agar batas waktu implementasi AEOI yang telah disepakati yaitu tahun 2017 untuk negara "early adopters" dan paling lambat tahun 2018 dapat terlaksana dengan penuh, dan mengharapkan nantinya tidak ada negara yang meminta pengecualian dari pelaksanaan AEOI tersebut untuk menghindari pertukaran informasi di bidang perpajakan antar negara.
Dia juga menyampaikan pandangan Indonesia mengenai pentingnya G20 memerangi upaya rekayasa keuangan oleh institusi-institusi di pusat-pusat keuangan dunia dengan tujuan menghindari transparansi bisnis dan transaksi keuangan dengan tujuan menyembunyikan pemilik modal yang sebenarnya (ultimate beneficial owners).
Indonesia juga memandang penting agar seluruh negara di dunia tidak melakukan perlombaan untuk menurunkan tarif pajak serendah-rendahnya secara tidak sehat dan melupakan pentingnya strategi peningkatan penerimaan negara sebagai upaya mendorong investasi untuk mendukung pertumbuhan di masa depan.
Para Menteri negara-negara anggota G20 melakukan pertemuan pertama di bawah Presiden China pada tanggal 26-27 Februari 2016. Pertemuan yang dilaksanakan di Shanghai tersebut membahas perkembangan terakhir ekonomi global, kerja sama perpajakan, investasi di sektor infrastruktur, reformasi regulasi keuangan global, arsitektur keuangan internasional serta isu pembiayaan terorisme dan perubahan iklim.
Delegasi Republik Indonesia dipimpin oleh Menku bersama dengan Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo.
Para Menteri G20 sepakat bahwa perkembangan perekonomian global masih mengkhawatirkan. Hal ini diperparah dengan terus berlanjutnya penurunan harga komoditas strategis seperti harga minyak bumi yang turun pada level terendah.
Kondisi ini telah memengaruhi prospek pertumbuhan di banyak negara, baik negara maju dan negara berkembang. Mendasari hal tersebut, Presidensi G20 Tiongkok mengeluarkan usulan untuk kerja sama yang lebih erat dalam koordinasi dan komunikasi kebijakan di masing-masing negara sebagai upaya meningkatkan prospek pertumbuhan jangka panjang sebagaimana tujuan kerja sama G20 itu sendiri.
Para Menteri G20 sepakat melanjutkan dan meningkatkan agenda investasi infrastruktur yang lebih fokus kepada aspek kualitas dan kuantitas. Para Menteri G20 meminta dilakukan langkah lebih lanjut terkait optimalisasi neraca keuangan Multi Development Banks (MDBs). G20 juga melihat pentingnya optimalisasi tersebut dilakukan melalui "joint actions" untuk mendapatkan proyek berkualitas tinggi, dalam rangka memberikan daya tarik bagi keterlibatan pembiayaan investasi jangka panjang.
Dalam pembahasan isu ini, Indonesia menyampaikan pandangan mengenai pentingya G20 terus mendukung agenda investasi infrastruktur sebagai prioritas utama G20, khususnya upaya untuk membangun kerja sama yang lebih erat melalui sebuah aliansi konektivitas infrastruktur global (global infrastructure connectivity alliance initiative).
Indonesia juga mengusulkan agar G20 dapat terus membantu kesiapan negara-negara berkembang dalam meningkatkan kapasitasnya dalam mempersiapkanbankable projects.
Dalam pertemuan G20 tersebut juga dibahas mengenai kerja sama memerangi pembiayaan terorisme, dan Para Menteri G20 sepakat untuk memperkuat koordinasi melalui pertukaran informasi yang lebih baik serta menyusun indikator yang lebih tegas dalam rangka mengurangi kegiatan pembiayaan terorisme.
Menkeu menyatakan dukungan Indonesia kepada upaya-upaya pemberantasan tindak pidana pembiayaan terorisme, dan Indonesia sendiri telah menjadi target kegiatan terorisme.
Namun, dia meminta agar dipertimbangkan juga kedaulatan negara dengan sistim hukum dan aturan yang berbeda di dalam pembahasan regulasi terkait upaya pemberantasan pembiayaan terorisme tersebut.
Para Menteri G20 juga membahas sejumlah agenda lain termasuk perkembangan reformasi regulasi keuangan global dan pembiayaan perubahan iklim.
Pada akhir pertemuannya, para Menteri G20 mengeluarkan Komunike Menteri dan sepakat untuk bertemu kembali pada bulan April 2016 dalam kesempatan Pertemuan Musim Semi Bank Dunia dan IMF di Washington DC, Amerika Serikat.
Pewarta: Agus Salim
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016