Washington (ANTARA News) - Amerika Serikat (AS) menekan Presiden Tiongkok Xi Jinping pada Jumat (26/2) untuk memperluas janji cakupan non-militerisasinya terhadap seluruh Laut Tiongkok Selatan, terlepas dari kegiatan militer Beijing baru-baru ini di wilayah itu.
Direktur senior untuk urusan Asia di Dewan Keamanan Nasional AS Daniel Kritenbrink mengemukakan itu di tengah meningkatnya ketegangan antara kedua negara karena Tiongkok menempatkan peluru kendali permukaan-ke-udara, peralatan radar, dan pesawat tempur di sebuah pulau kecil di kawasan Laut Tiongkok Selatan.
Selama kunjungan kenegaraan pada September, Presiden Xi menegaskan bahwa "Tiongkok tidak berniat melanjutkan militerisasi" dalam rangkaian Kepulauan Spratly, yang disebut Nansha dalam bahasa Tiongkok.
Pulau-pulau itu diklaim sebagian atau seluruhnya oleh Brunei, Tiongkok, Malaysia, Filipina, dan Vietnam.
"Kami pikir akan baik kalau janji non-militerisasi itu, jika dia (Xi) memperluasnya di seluruh Laut Tiongkok Selatan," kata Kritenbrink kepada sebuah forum di Pusat Studi Strategis dan Internasional.
"Kita akan mendorong teman-teman Tiongkok dan negara-negara lain di kawasan itu untuk menahan diri melakukan tindakan yang dapat meningkatkan ketegangan."
Tiongkok mengklaim hampir seluruh kawasan itu, tempat yang dilalui sepertiga minyak dunia, sementara beberapa negara pesisir lainnya telah bersaing mengklaim wilayah itu, demikian juga Taiwan.
"Ini jalur perairan yang sangat penting karena dilewati banyak arus perdagangan internasional," ujar Kritenbrink.
"Kami khawatir Tiongkok telah melakukan beberapa langkah sepihak dalam beberapa tahun terakhir yang kami pikir dapat meningkatkan ketegangan dan menganggu kestabilan."
Negara terbesar Asia itu menggunakan kapal keruk untuk mengubah terumbu dan dataran rendah menjadi daratan yang lebih luas untuk landasan terbang dan kegunaan militer lain untuk mendukung klaim kedaulatannya.
Awal pekan ini, pemimpin Komando Pasifik Amerika Serikat Laksamana Harry Harris memperingatkan bahwa Tiongkok mengubah "lansekap operasional di wilayah itu." Dia telah meminta lebih banyak patroli dan penerbangan melewati kawasan itu.
"Perang singkat dengan Amerika Serikat, Tiongkok akan menggunakan kendali de facto atas Laut Tiongkok Selatan," tutur Harris.
Kritenbrink juga mendesak Tiongkok menghormati keputusan pengadilan internasional akhir tahun ini terkait sengketa Manila dengan Beijing atas klaim wilayah di Laut Tiongkok Selatan.
Dia memperkirakan putusan mendatang dari Pengadilan Tetap Arbitrase menjadi "sangat penting" karena akan menandai hasil dari proses yang memungkinkan negara-negara menggunakan sarana hukum damai untuk menyelesaikan persengketaan.
Tiongkok tidak mengakui otoritas pengadilan yang bermarkas di Den Haag, Belanda, tapi telah menyetujui Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) tentang Hukum Laut yang menjadi pusat kasus.
"Ketika putusan itu keluar, maka akan mengikat kedua pihak."
"Itu akan menjadi momen penting yang kita semua di wilayah ini harus perhatikan," kata Kritenbrink seperti dilansir kantor berita AFP. (Uu.M052)
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016